Direktur Operasi dan Produksi Timah (TINS) Diberhentikan Sementara, Ada Apa?

  Emiten anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, PT Timah Tbk (TINS) mengumumkan pemberhentian sementara Direktur Operasi dan Produksi Nur Adi Kuncoro terhitung sejak 13 Oktober 2025. Manajemen TINS tidak menjelaskan secara rinci penyebab pemberhentian Nur Adi Kuncoro dari posisi tersebut. Bila merujuk pada keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Nur Adi Kuncoro diberhentikan dari jabatannya untuk sementara karena terdapat alasan mendesak bagi perusahaan.  "Perusahaan memberikan tugas kepada Direktur Utama PT Timah Tbk sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Operasi dan Produksi terhitung sejak tanggal 13 Oktober 2025 sampai dengan ditetapkan pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terdekat," tulis Division Head Corporate Secretary Timah Rendi Kurniawan dalam keterbukaan informasi, Rabu (15/10/2025) malam. Pihak TINS merujuk pada ketentuan Pasal 11 ayat 27 Anggaran Dasar Perseroan bahwa Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan unt...

Pertamina Gelontorkan Rp5 T untuk Energi Terbarukan


PT Pertamina (Persero) mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$428,57 juta atau setara Rp5,99 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat) untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT) untuk periode 2020 hingga 2026.

Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko Pertamina Heru Setiawan menjelaskan angka itu naik signifikan hingga 1.058 persen dibandingkan dengan posisi 2017 yang hanya US$37 juta atau Rp518 miliar.

"Untuk memenuhi permintaan energi baru terbarukan, Pertamina mengalokasikan 10 kali lipat anggaran investasi untuk 2020-2026 dibandingkan dengan realisasi investasi pada 2017," ucap Heru, Rabu (27/11).

Sejumlah proyek energi baru terbarukan yang akan dikembangkan oleh Pertamina, seperti kilang hijau atau green refinery, gasifikasi batu bara, bioethanol, pabrik baterai, solar, biomassa, angin, dan geothermal.
Heru menjelaskan Pertamina memiliki tiga skenario untuk mengantisipasi perkembangan energi global. Skenario yang dimaksud, antara lain menjalankan bisnis seperti biasanya atau business as usual (BAU), produksi energi bergantung dari permintaan pasar atau market as drivers (MAD), dan ramah lingkungan atau green as possible (GAP).

"Pertamina (untuk saat ini) memilih opsi MAD," imbuhnya.

Hal itu dengan mempertimbangkan kondisi di Indonesia, di mana skenario MAD adalah langkah transisi ke arah energi baru terbarukan. Hanya saja, saat ini permintaan energi memang masih didominasi minyak bumi.

"Namun mulai ada substitusi ke gas bumi secara masif dan energi baru terbarukan secara bertahap," kata Heru.



Menurutnya, pemanfaatan EBT di Indonesia memang belum agresif lantaran teknologinya yang masih terbatas. Dengan demikian, proses pengembangan EBT belum bisa dibilang efektif dan efisien.

"Model bisnis EBT belum mendukung pada terciptanya ekosistem bisnis yang atraktif," pungkas Heru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cermati Rekomendasi Saham Pilihan Analis untuk Senin (3/3) Usai IHSG Terjun ke 6.270

Bitcoin Menuju US$115.000, Tapi Tangan Tak Terlihat Dealer Bisa Redam Rally

Harga Emas di Pegadaian, Siang Ini Senin 12 Februari 2024, Cek Daftarnya di Sini