Asosiasi Daur Ulang Plastik (ADUPI) mengeluhkan tingginya
biaya yang dibutuhkan untuk mendapat bahan baku daur ulang di dalam negeri.
Mahalnya harga bahan baku ini akibat buruknya kualitas sampah di Indonesia.
Sehingga, ia mengatakan pihaknya harus mengimpor bahan baku dari luar negeri
untuk industri daur ulang. Ia mengatakan kualitas bahan baku daur ulang di
Indonesia juga buruk karena sampah tidak dipilah dari sumbernya.
"Kualitas sampah di Indonesia kebanyakan tidak cocok untuk industri daur
ulang karena salahnya sendiri kita tidak memilah sampah kita dari sumbernya,
jadi kotor," papar Ketua Umum ADUPI Christine Halim pada konferensi pers
di Jakarta, Selasa (21/11).
Hal senada diungkap Kepala Seksi Daur Ulang Direktorat
Jenderal Pengelolaan Sampah KLHK, Tyasning Pernamasari. Menurutnya seringkali
sampah di dalam negeri masih harus dipilah dan dibersihkan terlebih dulu. Hal
inilah yang membuat biaya pengelolaan sampah yang daur ulang yang diambil dari
dalam negeri jadi lebih mahal ketimbang mengimpor sampah daur ulang dari luar
negeri.
Hal lain yang membuat pengolahan sampah daur ulang dalam negeri mahal menurut
Christine karena terlalu banyak jenjang pengumpulan sampah. Mulai dari pemulung
hingga ke pengepul besar.
"Kita ini mahal bahan baku di Indonesia ini akibat terlalu bayak jenjang
pengumpulan itu. Akhirnya kita cuma jadi raja kecil di negara sendiri,"
katanya.
Ia mengatakan dibandingkan dengan China, Indonesia tidak memiliki kesadaran
sendiri untuk memilah sampah dari sumber. Selain sudah ada kesadaran
masyarakat, jenjang pengumpulan sampah di negeri itu pun hanya melewati tiga
tahap.
Tahap pertama dimulai dari penduduk yang memisahkan sampah
sendiri, lalu diambil oleh perusahaan waste management, dan disortir
menggunakan mesin. Efektivitas pengolahan sampah ini pun membuat harga bahan
baku daur ulang jadi lebih murah.
Selain itu ADUPI menilai, mengekspor produk daur ulang lebih menguntungkan
ketimbang menjualnya di dalam negeri. Menurut Christine, harga produk daur
ulang di luar negeri bisa dijual 50 persen lebih mahal dibandingkan di pasar
domestik.
Ia pun mencontohkan plastik daur ulang di Indonsia bisa dijual US$800 (Rp11,2
juta; kurs Rp14.104) per metrik ton. Tapi ketika produk ini diekspor bisa
mencapai US$1200 (Rp16,9 juta) per metrik ton.
"Di dalam negeri kalau bisnis di sini juga harus PPN 10 persen,"
tandas Christine.
Komentar
Posting Komentar