Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar rapat dengan
Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait
berbagai masalah di industri jasa keuangan, khususnya PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT AJB
Bumiputera 1912, dan PT Bank Muamalat Tbk. Rapat berlangsung secara tertutup
selama kurang lebih 5 jam sejak pukul 13.00 hingga 18.00 WIB.
Namun demikian, seluruh petinggi OJK yang hadir dalam rapat dengan anggota
dewan memilih irit bicara soal pembahasan dalam rapat. Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana hanya menuturkan jika DPR meminta OJK
mempercepat proses keikutsertaan investor untuk penyelesaian kasus tersebut.
Namun, ia tidak merinci lebih lanjut isi rapat.
"Pokoknya diminta untuk cepat investor masuk ke sana, sudah itu
saja," katanya, Senin (18/11).
Sementara itu, Ketua Dewan
Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank
OJK Riswinandi kompak bungkam saat ditanya oleh awak media. Keduanya memilih
langsung melangkah ke mobil tanpa menghiraukan pertanyaan media.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun
mengingatkan jika rapat berlangsung tertutup, sehingga semua pihak diminta
tidak memberikan keterangan.
"Minta tolong dipahami bahwa rapatnya adalah rapat tertutup, jadi kalau
rapat tertutup siapa pun tidak boleh memberikan keterangan apapun,"
tegasnya.
Sebagai pengingat, masalah sedang menimpa nasabah Jiwasraya dan AJB Bumiputra.
Untuk Jiwasraya, masalah bermula ketika perseroan menunda pembayaran klaim
produk saving plan yang dijual melalui
tujuh bank mitra (bancassurance) pada Oktober 2018.
Di tengah penyelesaian kasus
Jiwasraya, Kementerian BUMN justru melaporkan indikasi kecurangan dalam tubuh
Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, Kementerian BUMN menemukan
fakta bahwa ada sejumlah aset perusahaan yang diinvestasikan secara tidak
hati-hati (prudent).
Masalah lain, Jiwasraya sempat mengeluarkan produk asuransi yang menawarkan
imbal hasil (return) cukup tinggi kepada
nasabah. Hal inilah yang membuat Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas
beberapa waktu terakhir sehingga terpaksa menunda pembayaran klaim kepada
nasabahnya.
Kasus Jiwasraya mengingatkan pada permasalah serupa, yakni AJB Bumiputera.
Masalah keuangan AJB Bumiputera awalnya terkuak pada 2010 silam.
Saat itu kemampuan AJB Bumiputera dalam memenuhi kewajibannya, baik utang
jangka panjang maupun jangka pendek alias solvabilitas hanya 82 persen.
Kemampuan perusahaan untuk membayar klaim nasabah terbilang rendah.
Lihat saja, pada 2012 lalu, jumlah aset yang dimiliki hanya
Rp12,1 triliun, tapi kewajiban perusahaan tembus Rp22,77 triliun. Hingga saat
ini, masih terdapat nasabah Bumiputera yang belum mendapatkan pembayaran
haknya.
Anggota Komisi XI Hendrawan Supratikno menuturkan OJK baru menjelaskan secara
umum persoalan tersebut serta langkah penyelamatan yang akan diambil. Baik DPR
dan OJK sepakat untuk mendalami lebih lanjut kasus per kasus.
Akan tetapi, ia tidak memaparkan penjelasan OJK tersebut. Meski tak merinci
waktunya, ia bilang DPR dan OJK akan bertemu kembali untuk melanjutkan
pembahasan tersebut.
"Pilihannya apakah harus dilakukan dalam suatu panitia kerja (panja),
misalnya panja Bumiputera, atau pendalaman dulu. Nah kesimpulan rapat tadi
pendalaman dulu," ujarnya.
Komentar
Posting Komentar