BPPT menyebut
drone atau pesawat udara
nirawak (PUNA) berjenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) Elang Hitam akan disiapkan
untuk mendukung pengawasan untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan
(karhutla).
Selain untuk mengatasi karhutla, PUNA ini juga akan digunakan untuk pemantauan
udara di wilayah Indonesia. Pemantauan ini dilakukan untuk mengantisipasi
ancaman yang terjadi di daerah perbatasan, serta kasus lain seperti terorisme,
penyelundupan, pembajakan, hingga pencurian sumber daya alam di antaranya
pembalakan liar (illegal logging) dan pencurian ikan
(illegal fishing).
"Salah satu pengaplikasian pesawat ini saya harapkan nanti bisa mengatasi
kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Karhutla yang setiap tahun terjadi itu
butuh pengawasan yang terus terhadap awan, cuaca, titik panas dan terhadap
tinggi muka air dari lahan gambut," kata Kepala Badan Pengkajian dan
Peneran Teknologi (BPPT) Hammam Riza dalam acara penampilan perdana (roll out)
drone Male di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Senin (30/12).
Hammam menjelaskan, teknologi sintetik aparatur radar akan
dipasang di Puna Male. Teknologi ini memungkinkan pemeriksaan kandungan air
hingga menembus 30 cm di bawah permukaan tanah.
"Jadi kita bisa mengukur seberapa bannyak air yang dikandung. Sebelum dia
kering, kita bisa sirami itu sehingga tidak muncul kebakaran hutan dan titik
panas," ujarnya.
Selain kemampuan mengawasi, Puna Male juga ditargetkan bisa menjadi drone
penyemai awan.
"Puna Male ini selain dilakukan untuk pengawasan, memungkin juga membawa
garam dengan kaasitas terbatas," ucapnya.
Drone PUNA MALE Elang Hitam ditampilkan perdana (roll out) di hanggar PT
Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Jawa Barat. Drone ini merupakan hasil
kolaborasi tujuh konsorsium antara BPPT, Kementerian Pertahanan, TNI AU, ITB,
PT Dirgantara Indonesia, PT LEN Persero dan LAPAN.
Drone bertipe Male ini telah dimulai oleh Balitbang Kementerian Pertahanan
sejak 2015 dengan melibatkan TNI, Ditjen Pothan Kemhan, BPPT, ITB, dan PT
Dirgantara Indonesia (Persero).
Proses perancangan, kata Hammam, dimulai dengan kegiatan preliminary design,
basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil ujinya
di 2016 dan 2018 di BPPT, serta pembuatan engineering document and drawing pada
2017 dengan anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Pada 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masuk sebagai
anggota konsorsium tersebut.
Komentar
Posting Komentar