Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
untuk memprioritaskan pembahasan omnibus law terkait
sektor keuangan dengan memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) 2020. Kendati begitu, rancangan omnibus law itu
sejatinya masih tahap penggodokan di Kementerian Keuangan.
Saat ini, DPR sejatinya sudah menetapkan empat rancangan undang-undang (ruu) omnibus law di Prolegnas 2020.
Mulai dari RUU tentang Ibu Kota Negara, RUU tentang Kefarmasian, RUU tentang
Cipta Lapangan Kerja, dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk
Penguatan Perekonomian.
Namun, mengingat pentingnya omnibus law di
sektor keuangan, bendahara negara akan melobi lembaga legislatif untuk turut
memasukkan pembahasan omnibus law
tersebut ke Prolegnas 2020. Omnibus law
sektor keuangan akan mengubah Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Kemudian, turut menyempurnakan aturan hukum terkait bank, asuransi, pasar
modal, hingga aturan soal institusi yang berkaitan dengan sektor keuangan,
seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS).
"Prioritas selanjutnya, kami merasakan di bawah UU
PPKSK dan (beberapa aturan) eksisting di BI, LPS, dan OJK, dari sisi kerangka
penanganan krisis itu masih belum sempurna. Artinya, perlu ada beberapa hal
dalam peraturan UU yang bisa jawab, terutama saat kami lakukan simulasi
krisis," kata Sri Mulyani, Rabu (22/1).
Bendahara negara mengatakan UU PPKSK penting diubah karena beleid itu hanya
mengatur soal pencegahan dan penanganan krisis dari masalah sistemik di bank.
Sementara masalah keuangan di perusahaan nonbank tidak ada, misalnya ketika
perusahaan asuransi mengalami masalah keuangan dengan nilai potensi kerugian
yang cukup tinggi.
"UU ini fokus ke masalah bank sistemik, sedangkan lembaga jasa keuangan
nonbank tidak tercermin di UU PPKSK. Lembaga jasa keuangan nonbank selama ini
penanganannya dilakukan UU masing-masing, misalnya UU soal pasar modal, yang
perlu diamandemen, UU OJK, UU Perasuransian," terangnya.
Selain omnibus law sektor keuangan, mantan
direktur pelaksana Bank Dunia itu juga ingin DPR memprioritaskan pembahasan RUU
Bea Materai. Begitu juga dengan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan
untuk Penguatan Perekonomian.
"Prioritas kami RUU Bea Materai karena waktu itu sudah hampir selesai.
Lalu, omnibus law di bidang perpajakan, minggu ini kami harapkan bisa jadi
Prolegnas dan nanti kami berikan surat presidennya," ujarnya.
Rencana pembentukan omnibus law di sektor keuangan dilakukan pemerintah karena
maraknya masalah keuangan di lembaga jasa keuangan akhir-akhir ini, khususnya
asuransi. Misalnya, masalah keuangan di PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB)
Bumiputera 1912, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), hingga PT Asabri (Persero).
Komentar
Posting Komentar