Rencana penandatanganan
perjanjian damai perang dagang
fase pertama antara Amerika Serikat (AS) dan China pada 15 Januari 2020 akan
menjadi perhatian banyak pihak. Tidak terkecuali, investor pasar modal.
Sejumlah analis memproyeksi kesepakatan itu akan menjadi sentimen positif bagi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ketidakpastian ekonomi dunia diyakini bakal
berkurang dengan redanya perang dagang sebagai dampak lebih lanjut dari
perjanjian tersebut.
Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial mengingatkan
pelaku pasar untuk memanfaatkan situasi tersebut dengan mengoleksi saham blue
chip atau saham-saham yang memiliki nilai kapitalisasi besar.
Saham yang dimaksud, seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM),
PT Astra International Tbk (ASII), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
"Sentimen yang akan mendorong penguatan harga saham
masih dari eksternal, penandatanganan perjanjian dagang fase pertama AS dan
China," ujarnya kepada CNNIndonesia.com,
Senin (13/1).
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kenaikan IHSG biasanya didorong oleh
saham-saham blue chip. Jadi, sentimen dari AS dan China bisa dibilang akan
mengerek harga saham blue chip terlebih dulu, sehingga berimbas positif pada
IHSG secara keseluruhan.
Ini juga karena pelaku pasar lokal dan asing yang biasanya lebih percaya dengan
saham blue chip ketimbang saham lapis dua (second liner) dan
lapis ketiga (third liner). Maklum, pergerakan
saham blue chip biasanya lebih stabil dibandingkan lapis dua dan tiga yang
berfluktuasi.
"Ya, biasanya saham blue chip yang mendorong IHSG (lebih dulu dibandingkan
saham lapis dua dan lapis tiga)," jelasnya.
Jika dilihat, mayoritas saham blue chip atau yang direkomendasikan sepekan ke
depan bergerak positif pada perdagangan Jumat (10/1) kemarin. Detailnya, saham
Telkom Indonesia berakhir di level Rp3.980 per saham dengan kenaikan 0,51
persen dan United Tractors menguat 4,34 persen ke level Rp22.250 per saham.
Sementara, saham Astra International tampak merah pada akhir pekan lalu. Emiten
otomotif itu bertengger di level Rp6.825 per saham dengan pelemahan 0,73
persen.
Namun demikian, Janson memprediksi saham Astra International berpotensi
menghijau pekan ini. Ia memasang target harga (target price) di level Rp7.000
per saham.
Kemudian, saham United Tractor diperkirakan menembus Rp23 ribu per saham dan
Telekomunikasi Indonesia Rp4.200 per saham.
Dari sisi kinerja, mayoritas
perusahaan sebenarnya membukukan penurunan laba bersih pada kuartal III 2019 lalu.
Astra International, misalnya, keuntungan perusahaan turun 7 persen dari
Rp17,07 triliun menjadi Rp15,86 triliun.
Hal yang sama terjadi pada United Tractors yang cuma meraup laba bersih Rp8,63
triliun pada kuartal III 2019. Angka itu turun 4,85 persen dibandingkan periode
yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp9,07 triliun.
Sementara, Telkom Indonesia berhasil mengerek laba bersihnya sebesar 15,6
persen pada kuartal III 2019. Perusahaan pelat merah itu mengantongi laba
bersih sebesar Rp16,45 triliun dari sebelumnya Rp14,23 triliun.
Kendati masih ada yang mencatat penurunan kinerja, tetapi Janson memperkirakan
sentimen dari rencana penandatanganan kesepakatan damai dagang AS dan China
tetap ampuh mengerek saham ketiga perusahaan tadi untuk jangka waktu sepekan.
Direktur Riset dan Investasi
Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga meyakini sentimen
dari AS dan China akan menular ke saham lapis dua dan tiga. Ia memproyeksi
mayoritas saham akan bergerak di teritori positif pada pekan ini.
"Ini karena perjanjian damai dagang merupakan penantian kepastian selama
kurun waktu 19 bulan lamanya, dunia 'gonjang-ganjing' karena perang dagang AS
dan China," ungkap Nico.
AS dan China memang belum membeberkan dengan detail isi perjanjian perdagangan
fase pertama, namun ia menilai kesepakatan damai dagang itu sendiri sudah
menjadi sentimen luar biasa bagi pasar modal. Oleh karenanya, ia berharap
penandatanganan tidak akan diundur lagi.
"Selama ini, pasar sudah beberapa kali diberikan harapan palsu, kalau
memang benar-benar tanda tangan ini bagus," terang dia.
Diketahui, perang dagang AS dan
China berlangsung sejak 2018 lalu. Kedua negara dengan ekonomi terbesar di
dunia itu akhirnya menemukan kesepakatan damai pada Desember 2019 dan
direncanakan menandatangani perjanjian damai pada pekan ini.
Saham Adaro Berpeluang
Di sisi lain, Analis FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan saham PT
Adaro Energy Tbk (ADRO) juga memiliki peluang menanjak lagi pekan ini. Kenaikan
harga komoditas batu bara akan kembali menjadi sentimen positif untuk emiten
tersebut.
"Baru-baru ini harga batu bara ada tren kenaikan. Kalau harga komoditasnya
naik, saham emitennya juga ikut," terang dia.
Wisnu menjabarkan harga batu
bara dalam sepekan terakhir menguat 6,69 persen. Sementara, khusus perdagangan
Jumat kemarin, kenaikannya sebesar 2,92 persen menjadi US$74,12 per metrik ton.
Tak heran, indeks sektor pertambangan menguat hingga 2,3 persen sepanjang pekan
lalu. Kenaikan itu terjadi ketika mayoritas indeks sektoral lainnya justru
melemah.
Saham Adaro Energy sendiri terpantau hijau pada perdagangan Jumat lalu. Harga
saham meningkat 3,68 persen ke level Rp1.550 per saham, sedangkan sepekan
terakhir menguat 5,8 persen.
"Kenaikan harga saham Adaro Energy belum terlalu tinggi, jadi masih ada
peluang naik lagi," katanya.
Ditambah, kinerja keuangan Adaro Energy juga cukup
menggembirakan pada kuartal III 2019. Ini menambah alasan pasar untuk melakukan
aksi beli saham Adaro Energy.
Perusahaan meraup laba bersih sebesar US$405,99 juta pada kuartal III 2019.
Realisasi itu meningkat 29,8 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar US$312,7 juta.
Untuk itu, Wisnu meramalkan harga saham Adaro Energy tembus ke level Rp1.650
per saham dalam jangka pendek. Ini artinya, ada potensi kenaikan sebesar 6,45
persen dari posisi Jumat lalu di level Rp1.550 per saham.
Komentar
Posting Komentar