Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
mengingatkan masyarakat untuk hati-hati jika hendak melakukan uji virus corona Covid-19
secara mandiri dengan alat rapid test yang
dibeli di situs belanja online.
Peneliti LIPI Wien Kusharyoto mengatakan masyarakat harus memastikan apakah
alat tersebut memiliki akurasi dalam mendeteksi Covid-19.
"Publik harus hati-hati memilih tes-nya. Mungkin ada baiknya mencari
sumber bahwa alat rapid test-nya tersebut memiliki sensitivitas dan berfungsi
dengan baik," ujar Wien
Wien menuturkan sejumlah negara
memiliki masalah terkait dengan alat rapid test yang dimilikinya. Misalnya
Spanyol, dia berkata alat rapid test yang dibeli dari sebuah perusahaan di
China tingkat akurasinya hanya 30-35 persen.
Sehingga, dia berkata ada sejumlah warga Spanyol yang positif
dinyatakan negatif dalam alat rapid test tersebut. Tak hanya Spanyol, dia
mendapat informasi bahwa negara seperti Turki, Ceko, hingga Belanda juga
memiliki masalah yang sama seperti China.
"Jadi semuanya tergantung dari produsennya. Karena banyak juga yang
memproduksi alat rapid test," ujarnya.
Lebih lanjut, Wien menjelaskan rapid test merupakan cara untuk
mengetahui sejarah seseorang apakah pernah terinfeksi Covid-19 atau
sebaliknya. Dia berkata patogen yang masuk ke dalam tubuh biasanya membentuk
antibodi IgM.
Untuk antibodi IgM, dia berkata umumnya terbentuk selama 5-10 hari setelah
terinfeksi. Puncaknya, dia berkata dua minggu setelah terinfeksi. Sedangkan
antibodi IgD, dia menyebut sekitar 11 hari dan mencapai puncak pada 4 minggu
setelah terinfeksi.
"Oleh karena itu, tujuan rapid test sebenarnya adalah mendetekasi apakah
seseorang pernah terinfeksi oleh Covid-19 atau belum. Kalau sudah lama,
misalnya sudah dua minggu, ada kemungkinan hasil testnya itu positif,"
ujarnya.
Selain riwayat infeksi, Wien menyampaikan rapid test juga digunakan untuk
mengetahui orang terinfeksi Covid-19 tanp gejala. Sebab, orang tanpa gejala
ketika terinfeksi Covid-19 bisa menularkan virus tersebut kepada orang lain
tanpa diketahui.
"Sedangkan yang negatif maka saya cenderung untuk 10 hari kemudian dites
kembali karena antibodinya sudah terbentuk," ujar Wien.
Di sisi lain, Wien mengaku rapid test tidak berbahaya. Dia menyebut rapid test
Covid-19 seperti mengets kehamilan pada perempuan. Perbedaan, kata dia terletap
pada pengambilan darah untuk rapid test Covid-19.
"Jadi kalau seorang berani menusuk ujung jarinya sendiri kemudian
meneteskan itu ke alkitnya tu sebenarnya itu tidak masalah," ujarnya.
Meski tak berbahaya, Wien mengimbau masyarakat yang memilih
uji mandiri, khususnya yang dinyatakan positif untuk membuat alat rapid test
Covid-19 dengan benar agar tidak menyebabkan orang lain terinfeksi. Misalnya,
dia berkata alat rapid test Covid-19 yang telah digunakan dimasukkan ke dalam
plastik atau dibakar.
"Paling tidak harus dipanaskan karena dengan demikian virusnya sudah mati
atau dijemur di matahari yang lama. Dan untuk yang positif untuk segera
melapor," ujar Wien.
Lebih dari itu, Wien menyampaikan ada metode lain untuk mendeteksi Covid-19,
yakni lewat metode PCR. Dia berkata metode PCR dapat mengetahui status
seseorang meski jumlah virus dalam darah masih sedikit dan antibodi belum
mencapai puncaknya.
"Jadi terus terang lebih tepat yang real time PCR yang saat ini
digunakan," ujarnya.
Komentar
Posting Komentar