Berdasarkan data AirVisual per
27 April, Jakarta sempat berada di peringkat pertama kota terpolusi di dunia.
Hal ini menimbulkan pertanyaan pasalnya kendaraan bermotor, unsur yang
diasumsikan penyumbang besar polusi udara,
seharusnya berkurang saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Data AirVisual menunjukkan Jakarta memiliki Air Quality Index (AQI) dengan
polutan PM 2,5 di angka 142. Setelah Jakarta menyusul Yangon (Myanmar),
Shenzhen (China), Hangzhou (China), dan Wuhan (China).
Sementara pada 28 April, Jakarta berada pada urutan 14 sebagai kota terpolusi
dengan PM 2,5 pada angka 85.
Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu
mengatakan kualitas udara di Jakarta tak pernah berada di indikator 'baik'
selama PSBB. Jakarta telah menerapkan PSBB sejak 10 April hingga 23 April,
kemudian telah diperpanjang hingga 22 Mei.
Bondan menjelaskan ada beberapa macam faktor penyebab polusi udara di Jakarta,
namun utamanya ada dua dari sumber bergerak dan tidak bergerak.
"Selama PSBB ini mungkin asumsinya sumber bergerak [kendaraan] berkurang.
Namun apa sumber tidak bergerak berkurang signifikan?" kata Bondan saat
dihubungi, Rabu (29/4).
Bondan melanjutkan volume kendaraan di Jakarta bisa jadi berkurang selama PSBB,
tapi dia bilang belum tentu aktivitas industri di Jawa Barat dan Banten ikut
melandai. Wilayah di sekitar ibukota dikatakan juga menjadi kontributor
kualitas udara.
"Bisa signifikan berkurang sumber emisi dari transportasi. Tapi apa
industri di Jawa Barat dan Banten mengurangi aktivitasnya? Karena bisa jadi
industri dan pembangkit listrik batubara sekitarnya justru berkontribusi kepada
buruknya kualitas udara Jakarta," ucap Bondan.
Sepi Kendaraan Selama PSBB
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengakui
pergerakan kendaraan di Jakarta sudah ditekan seiring penerapan PSBB. Meski
demikian dia tidak bisa menyimpulkan hal itu berkaitan dengan kualitas udara.
"Ya sekarang ini lihat saja jalan tol atau tidak kendaraan jelas
berkurang," ungkap Sambodo.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 29 April
menunjukkan volume kendaraan di jalan nasional non tol di Pulau Jawa turun
drastis.
Di Pulau Jawa penurunan lalu lintas mulai 33 persen hingga 89 persen dengan
rata-rata 68 persen. Khusus di jalan nasional non tol di Jalan Daan Mogot
(Tangerang - Bts.DKI Jakarta) penurunannya mencapai 51 persen.
Sementara di jalan tol PUPR menjelaskan penurunan volume kendaraan imbas PSBB
di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten sebesar 42-60 persen. Angka lalu lintas
masih didominasi pergerakan lokal pada kawasan megapolitan Jabodetabek dan
pergerakan logistik (angkutan barang).
Rata-rata penurunan lalu lintas ruas tol di wilayah DKI sebesar 42 persen
dengan tingkat penurunan terbesar berada di ruas tol Prof. Sedijatmo (bandara)
sebesar 57 persen.
BMKG
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada pekan lalu juga sudah
menyampaikan belum terlihat penurunan polusi udara secara signifikan di Jakarta
selama masa PSBB.
"Pemantauan dari permukaan dengan rata-rata dari instrumen pengukur
kualitas udara, bila dilihat kenaikan konsentrasi PM10 yang juga diiringi oleh
kenaikan indeks kekeruhan udara dari AOD sepanjang periode 1 Maret-16 April
2020, belum terlihat adanya penurunan yang signifikan saat pemberlakuan kerja
di rumah dan kebijakan PSBB," jelas Siswanto, Selasa (21/4).
Komentar
Posting Komentar