Di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Pengusaha Fokus 3 Poin
Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (Kadin) fokus pada tiga poin
dalam Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja, yakni ketenagakerjaan, kemudahan izin berusaha, serta pengadaan lahan.
Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan tiga poin tersebut sangat menyasar berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dunia usaha.
"Kalau ditanya dunia usaha, mana sih prioritasnya? Yang paling penting dan yang utama itu adalah ketenagakerjaan, karena ini adalah suatu momok yang sudah lama sekali tidak diperbaiki," ujarnya, Kamis (12/12).
Secara keseluruhan, lebih lanjut ia menjelaskan ada 11 klaster dalam omnibus law. Yakni, perizinan berusaha, kemudahan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, hubungan riset dan inovasi.
Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan tiga poin tersebut sangat menyasar berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dunia usaha.
"Kalau ditanya dunia usaha, mana sih prioritasnya? Yang paling penting dan yang utama itu adalah ketenagakerjaan, karena ini adalah suatu momok yang sudah lama sekali tidak diperbaiki," ujarnya, Kamis (12/12).
Secara keseluruhan, lebih lanjut ia menjelaskan ada 11 klaster dalam omnibus law. Yakni, perizinan berusaha, kemudahan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, hubungan riset dan inovasi.
Selanjutnya, pengenaan sanksi,
pengadaan lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi, serta
hubungan administrasi pemerintahan.
Menurut Shinta, permasalahan ketenagakerjaan tidak melulu terkait upah, tetapi juga produktivitas yang masih kurang. "Upah kita memang tidak bisa bersaing, tapi produktivitas kita apa lagi, ada banyak yang perlu diperbaiki," tegas dia.
Ia melanjutkan upah yang diberikan tidak sebanding dengan produktivitas tenaga kerja karena pemberdayaan pekerja masih minim. Pada akhirnya, sambung dia, cost of business-nya terpengaruh.
Oleh karenanya, ia berharap Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dapat mencetak sumber daya manusia yang lebih berkualitas. "Kalau kita lihat dari segi upah minimum itu ada PP 78 yang mengatur, tapi kita tahu itu juga tidak mungkin dilakukan karena kita juga tidak mungkin untuk terus menaikkan upah sesuai formula itu."
Menurut Shinta, permasalahan ketenagakerjaan tidak melulu terkait upah, tetapi juga produktivitas yang masih kurang. "Upah kita memang tidak bisa bersaing, tapi produktivitas kita apa lagi, ada banyak yang perlu diperbaiki," tegas dia.
Ia melanjutkan upah yang diberikan tidak sebanding dengan produktivitas tenaga kerja karena pemberdayaan pekerja masih minim. Pada akhirnya, sambung dia, cost of business-nya terpengaruh.
Oleh karenanya, ia berharap Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dapat mencetak sumber daya manusia yang lebih berkualitas. "Kalau kita lihat dari segi upah minimum itu ada PP 78 yang mengatur, tapi kita tahu itu juga tidak mungkin dilakukan karena kita juga tidak mungkin untuk terus menaikkan upah sesuai formula itu."
Terkait izin berusaha melalui sistem Online Single
Submission (OSS), Shinta menilai belum efektif memudahkan para pebisnis.
Apalagi, banyak daerah belum menerapkan hal itu.
"Kita bingung karena sudah ada OSS pun tidak bisa jalan. Bukannya malah buat kita lebih simplify (sederhana) malah tambah bingung. Kenyataannya, di lapangan sulit sekali," terang dia.
Masalah lain, Shinta menambahkan terkait tata ruang dan izin lahan yang menghambat masuknya investasi ke Tanah Air. "Ini problem yang pelik. Jadi, kadang-kadang investor sudah siap, tapi masalahnya di situ," tandasnya.
"Kita bingung karena sudah ada OSS pun tidak bisa jalan. Bukannya malah buat kita lebih simplify (sederhana) malah tambah bingung. Kenyataannya, di lapangan sulit sekali," terang dia.
Masalah lain, Shinta menambahkan terkait tata ruang dan izin lahan yang menghambat masuknya investasi ke Tanah Air. "Ini problem yang pelik. Jadi, kadang-kadang investor sudah siap, tapi masalahnya di situ," tandasnya.
Komentar
Posting Komentar