Kementerian
Ketenagakerjaan menyatakan masalah Dana Jaminan Kehilangan
Pekerjaan (JKP) yang akan diatur pemerintah dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja belum
tuntas dibahas. Kepala Bagian Hukum Ketenagakerjaan Luar Negeri Kementerian
Ketenagakerjaan Agatha Widianawati menyatakan dana tersebut akan dibahas dengan
melibatkan BPJS Ketenagakerjaan atau
BPJamsostek.
Dengan demikian, sampai saat ini belum ada kepastian apakah dana tersebut nantinya
akan diberikan kepada pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
secara berkesinambungan dengan Kartu Prakerja atau tidak.
Pasalnya, pengaturan masalah tersebut nantinya hanya akan dilakukan dalam
bentuk peraturan pemerintah.
"Di pp itu nanti baru diatur, dananya diambil dari mana, kriteria pekerja
yang menerima seperti apa, berapa besaran manfaatnya," ujar Agatha di
Jakarta, Rabu (26/2).
Sebagai informasi JKP merupakan program yang akan diatur
pemerintah melalui RUU Omnibus Cipta Kerja. Program tersebut merupakan tambahan
dari jaminan sosial pekerja yang diatur dalam Pasal 6 ayat 2 UU Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Dalam aturan tersebut, BPJS Ketenagakerjaan hanya bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.
Pemerintah saat ini tengah merancang RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Draf ruu
tersebut saat ini sudah diserahkan kepada DPR.
Selain mengatur soal keberadaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan, pemerintah
melalui beleid tersebut juga akan mengatur soal pemberian uang pemanis kepada
buruh berbentuk pemberian lima kali gaji.
Namun, untuk mendapatkan
penghargaan tersebut ada syarat. Pasalnya, penghargaan tersebut diberikan
dengan lima ketentuan.
Pertama, bagi buruh yang memiliki
masa kerja kurang dari 3 tahun sebesar satu kali upah. Kedua, pekerja yang memiliki masa
kerja 3 tahun atau lebih sebesar 2 kali upah.
Ketiga, pekerja yang memiliki
masa kerja enam tahun atau lebih tapi kurang dari 9 tahun sebesar 3 kali upah. Keempat, pekerja yang memiliki masa
kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun sebesar 4 kali upah.
Kelima, pekerja yang memiliki masa
kerja 12 tahun atau lebih sebesar 5 kali upah.
Agatha menyatakan pemanis
tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi pemerintah kepada para buruh yang
sudah memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Bentuk apresiasi atau
penghargaan ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat,
sehingga semakin mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar ragu
aturan pemanis tersebut nantinya akan dijalankan dengan baik.
"Pengusaha mungkin nanti nggak mau bayar, karena udah bayar jaminan
macam-macam. Saya melihat ini gak efektif," kata dia.
Menurutnya diperlukan aturan yang lebih runtut dan menyeluruh agar masalah
tersebut bisa dilaksanakan dengan baik.
Senada, Direktur APINDO Research Institutea Agung Pambudi
mengatakan pengaturan memang harus dilakukan sistematis.
"Sweetener harus sistemik. Jangan sampai ambil beberapa pasal, dimasukkan,
diganti ke dalam UU Cipta Kerja ini," ujarnya.
Komentar
Posting Komentar