Pemerintah disebut mampu
melacak riwayat perjalanan pasien terduga (suspect) virus corona SARS-CoV-2. Pakar
menyarankan agar pemerintah bisa memanfaatkan sistem navigasi berbasis satelit,
atau Global Positioning System (GPS), hingga
nomor telepon untuk melacak orang terduga corona.
Pakar Teknologi dan Informatika (TIK) Abimanyu Wahyu Hidayat
mengatakan pelacakan penyebaran bisa dilakukan dengan memeriksa mobilitas orang
terduga corona.
Abimanyu mengatakan pemerintah harus melihat riwayat perjalanan pasien terduga
dari hari pertama ia terpapar virus corona, bukan di hari pertama kali ia
merasa gejala. Sebab masa inkubasi corona terjadi selama 14 hari.
"Perjalanan pergerakan yang sifat mobilitas bisa dipantau atau di deteksi.
Setelah itu kemudian dihubungi dengan orang lain yang pernah satu perjalanan
dengan orang terduga corona." kata Abimanyu saat dihubungi
Abimanyu menjelaskan pelacakan
melalui GPS sesungguhnya juga terbatas. Khususnya saat ia masuk ke
tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, taman umum, hingga toilet umum.
GPS tidak akan mengetahui barang apa saja yang ia pegang
atau di tempat mana ketika ia batuk hingga mengeluarkan tetesan cairan
(droplet).
"Sedangkan saat dia jalan pegang pegang barang gk ketahuan. Dia ke mall
misalnya belanja ke toko kemudian ia memegang banyak barang. Penyebaran jadi
kemana-mana," ujar Abimanyu.
Senada dengan Abimanyu, Pengamat budaya dan komunikasi digital dari
Universitas Indonesia, Firman Kurniawan mengatakan pemerintah Indonesia bisa
melacak riwayat perjalanan seorang terduga corona.
"Sesungguhnya perangkat mobile yang ada di masyarakat dapat dimanfaatkan
untuk memantau riwayat pergerakan seseorang telah mengunjungi dan beredar ke
tempat mana saja. Itu dapat diolah datanya," kata Firman.
Di sisi lain Firman mengatakan seharusnya strategi komunikasi pemerintah harus
tepat ketika mengajak kerja sama Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melacak
perjalanan seseorang terduga corona.
Jangan sampai salah kaprah bahwa BIN melakukan kegiatan intelijen atau
mata-mata kepada masyarakat. Harus jelas duduk perkara bahwa BIN diajak kerja
sama untuk melacak orang-orang yang melakukan kontak dekat dengan pasien
corona.
"Bahwa BIN dilibatkan dalam penanganan Covid-19, tentu saja bukan dalam
konteks menjalankan fungsi intelijen ke masyarakat sipil, atau terduga
penderita Covid-19," kata Firman.
Firman mengatakan pelacakan harus diikuti dengan dengan
pengembangan peta potensi penyebaran corona di fasilitas-fasilitas umum,
termasuk sarana transportasi maupun pasar.
Bukan sekadar protokol pencegahan penularan di alat transportasi dan keramaian
yang disusun, tapi juga potensi penularan oleh adanya penderita yang belum dalam
pengawasan.
"Yang terpenting dengan adanya kemungkinan penderita yang belum dalam
pengawasan, skenario apa yang mesti dikembangkan bagi penumpang, penyelenggara
transportasi dan pasar maupun penanggungjawab fasilitas kesehatan di sarana
transportasi dan pasar," tutur Firman.
Komentar
Posting Komentar