Tingkat hunian (okupansi) hotel di Jakarta dan
Bali sepanjang Februari 2019 turun. Penurunan diduga akibat
kenaikan harga tiket pesawat yang
terjadi belakangan ini yang menekan kunjungan wisatawan domestik.
Senior Associate Director Colliers International Ferry Salanto menuturkan data
STR Global, perusahaan riset perhotelan global, mencatat tingkat okupansi di
Jakarta pada Februari 2019 hanya sebesar 57,8 persen.
Tingkat hunian tersebut turun dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy) yang masih
sebesar 59,2 persen. Namun demikian, secara bulanan okupansi ini meningkat dari
posisi Januari 2019 yang hanya sebesar 54,7 persen.
Tidak hanya di Jakarta, STR Global juga mencatat, penurunan tingkat
hunian juga terjadi di Bali. Mereka mencatat tingkat okupansi hotel di Bali
pada Februari 2019 turun dari 67,2 persen menjadi 64 persen. Akan tetapi secara
bulanan, okupansi ini meningkat dibanding bulan sebelumnya yang hanya 60,7
persen.
Ferry menjelaskan tingkat okupansi hotel di Bali pada
Februari masih ditopang oleh kunjungan wisatawan asing, terutama dari China
untuk menikmati liburan tahun baru Imlek. Kontribusi wisatawan domestik
cenderung turun lantaran kenaikan tarif pesawat yang hampir mencapai dua kali
lipat.
"Tiket domestik itu akan mempengaruhi wisatawan domestik karena bagaimana
pun wisatawan domestik menjadi penggerak utama wisata di Bali," katanya,
Selasa (2/4).
Ferry mengatakan pengelola hotel di Bali mengeluhkan penurunan tingkat hunian
tersebut. Menurutnya kenaikan tiket pesawat telah berdampak pada penurunan
okupansi hotel.
Ia mengatakan jika harga tiket tidak segera disesuaikan, maka hunian hotel dan
pariwisata Bali akan terus tertekan. Pasalnya, kunjungan wisatawan
domestik memberikan kontribusi besar pada okupansi hotel dan pariwisata
Bali.
Selain kenaikan harga tiket
pesawat, ia mengatakan penurunan okupansi hotel juga dipengaruhi
oleh musim sepi liburan. Ferry melanjutkan periode jelang Pemilihan Umum
(Pemilu) 2019 tidak memberikan dampak signifikan pada okupansi hotel.
Pasalnya, partai politik yang menyelenggarakan kegiatan di hotel tidak sebanyak
pada pesta demokrasi lima tahun lalu. "Lima tahun lalu
penggunaan hotel itu cukup tinggi sehingga mampu membantu tingkat hunian hotel
bergerak naik. Sekarang ini yang kami lihat kegiatan politik tidak terlalu
banyak terkonsentrasi di hotel," katanya.
Ferry menuturkan para pengelola hotel telah mengafirmasi situasi tersebut.
Mereka mengungkapkan kecenderungan pertemuan anggota partai politik
tidak banyak diselenggarakan di hotel.
Apalagi jika pertemuan itu dalam skala kecil.
Tiket Jakarta-Bali Masih Menguras Kantong
Tingginya tiket pesawat khususnya untuk rute Jakarta-Bali dan sebaliknya
diakui oleh masyarakat. Meskipun beberapa kali pemerintah dan maskapai
menyatakan telah menyeret turun harga tiket, namun masyarakat masih menilai
mahal.
Salah satu penumpang pesawat, Hana Adi (25) misalnya, mengatakan harga tiket
Jakarta-Bali mengalami kenaikan dua kali lipat dari harga sebelumnya. Untuk
tiket pesawat kategori Low Cost Carrier
(LCC) seperti Lion Air biasanya berkisar di rentang Rp470 ribu- Rp575 ribu.
"Sekarang ke Bali (dari Jakarta) paling murah Rp900 ribu untuk LCC. Itu
hitungannya padahal belum sama bagasi kan," katanya kepada
CNNIndonesia.com.
Sedangkan untuk kelas premium seperti Garuda Indonesia masih bisa didapatkan di
kisaran harga Rp900 ribu ketika belum mengalami kenaikan. Hana mengakui secara
finansial, kondisi ini memberatkan baginya yang sering mengunjungi orang
tuanya yang berdomisili di Bali.
"Saya biasa naik Garuda Indonesia atau Batik Air.
Biasanya sering dapat yang Rp900 ribu, sekarang sudah Rp1,9 juta saya
cek," imbuhnya.
Hal senada disampaikan oleh Julita Trisna (27). Wanita yang biasa bolak-balik
Jakarta-Bali ini mengakui adanya kenaikan tarif tiket selangit. Ia menuturkan
sebelum kenaikan tiket, ia selalu mendapatkan harga tiket di bawah Rp1 juta
untuk kelas LCC.
"Sekarang minimal Rp1,1 juta, aku tidak pernah dapat di bawah satu juta.
Kalau Garuda Indonesia pasti di atas Rp1,5 juta, kalau dulu Rp900 ribu atau
Rp1,2 juta masih dapat," tuturnya.
Julita mengatakan meskipun harga tiket selangit memberatkan kantong, namun ia
terpaksa membelinya. Sebab, pekerjaan mengharuskannya mengunjungi Bali satu
kali dalam seminggu. Kondisi ini diakuinya sudah terjadi sejak November tahun
lalu.
"Karena di sana ada kerjaan mau tidak mau harus beli,
tapi itu terbilang mahal dan aku bolak balik hampir tiap minggu," katanya.
mencoba mengecek harga di beberapa situs penjualan tiket online. Harga tiket untuk
penerbangan Jakarta-Bali pada tanggal 17 April 2019 atau dua minggu dari
sekarang dari Traveloka masih berada di atas Rp1 juta untuk semua maskapai.
Untuk Lion Air misalnya, tiket masih dijual di harga Rp1,07 juta, Citilink
sebesar Rp1,57 juta, Batik Air sebesar Rp1,36 juta, Sriwijaya Air sebesar
Rp1,72 juta, dan Garuda Indonesia sebesar Rp1,95 juta.
Sedangkan untuk penerbangan pada 2 Juli 2019 atau tiga bulan dari sekarang,
hanya Lion Air yang menawarkan harga di bawah Rp1 juta yakni, Rp919 ribu.
Sementara itu, Citilink masih Rp1,57 juta, Batik Air masih
Rp1,31 juta, Sriwijaya Air sebesar Rp1,29 juta, dan Garuda Indonesia sebesar Rp1,95
juta.
Harga tiket di Traveloka tidak jauh berbeda dengan harga di situs penjualan
tiket online lainnya, Tiket.com. Untuk
penerbangan pada tanggal 17 April 2019 atau dua minggu dari sekarang, seluruh
maskapai menawarkan tiket di atas Rp1 juta. Rinciannya, Lion Air sebesar Rp
1,07 juta, Citilink sebesar Rp1,57 juta, Batik Air sebesar Rp1,36 juta,
Sriwijaya Air sebesar Rp1,72 juta, dan Garuda Indonesia sebesar Rp1,95 juta.
Sedangkan untuk penerbangan pada tanggal 2 Juli 2019 atau tiga bulan dari
sekarang harganya masih tidak berbeda jauh. Rinciannya, Citilink sebesar Rp1,57
juta, Batik Air sebesar Rp1,31 juta, Sriwijaya Air sebesar Rp1,29 juta, dan
Garuda Indonesia sebesar Rp1,95 juta.
Komentar
Posting Komentar