Kutip Bung Karno di Pleidoi, Mardani Maming Minta Bebas dari Tuntutan
membacakan pembelaan dirinya (pleidoi) secara langsung pada sidang lanjutan dugaan suap dan gratifikasi pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pengadilan Tipikor Jalan Pramuka Kota Banjarmasin. Mantan Bupati Tanah Bumbu itu membacakan nota pembelaannya sebanyak tiga lembar melalui virtual dari gedung KPK di Jakarta.
Terpisah pembacaan pleidoi, Penasihat Hukum terdakwa Mardani Maming, Abdul Qodir bersama tim juga menyampaikan pleidoi sebanyak 515 lembar. Pihaknya memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa Mardani H Maming dalam tuntutan.
Kita juga menjawab yang ada di dalam tuntutan mengenai ada pidana uang pengganti itu, di dalam perkara ini mulai dari awal sampai sekarang tidak ada sepeserpun kerugian negara," kata Abdul Qodir, Rabu (25/1/2023).
Disebutkan pula jika terdakwa merasa tidak ada terbukti sama sekali yang ada dalam dakwaan tuntutan sebagaimana yang dituntutkan oleh jaksa penuntut umum.
Menurut dia, tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta persidangan. Dia menyebut Maming tidak bersalah sebagaimana yang didakwakan.
Abdul Qodir mengatakan adapun SK peralihan IUP adalah sah secara hukum karena SK Bupati No 296/2011 juga ditembuskan kepada Menteri ESDM dan jajarannya, Gubernur Kalimantan Selatan dan jajarannya. Dia juga mengatakan SK tersebut mendapatkan status Clean and Clear (CnC) sebagaimana diumumkan dalam pengumuman CnC Tahap III di nomor urut 169, kemudian diperpanjang berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor: 188.48/265/DPMPTSP/IV/2017 tentang Persetujuan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batu Bara kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu tanggal 21 April 2017.
Dia juga menyebut penerimaan uang lewat PT TPS maupun PT PAR dari PT PCN bukan hadiah berkaitan dengan penandatanganan SK Bupati No 296/2011. Dia mengatakan uang itu merupakan hasil hubungan bisnis atau keperdataan murni berkaitan kerja sama pengelolaan pelabuhan PT ATU tahun 2012 hingga 2016.
Qodir mengatakan hanya orang naif yang melakukan pidana penyuapan dengan cara menagih melalui skema perbankan, dicatat dalam pembukuan keuangan dan membayar pajak yang timbul dari tagihan tersebut dan selanjutnya menyerahkan dokumen transaksi kepada pihak yang menuduhnya.
"Boleh dibandingkan dengan ratusan perkara pidana suap, di mana pola atau modusnya bayar tunai dan langsung agar tidak terendus aparat hukum," katanya.
Dia juga mengatakan almarhum Henry Soetio selaku pemilik PT PCN yang disebut sebagai pemberi suap tidak dapat diminta keterangannya, baik sebagai saksi atau tersangka, karena telah meninggal dunia pada 19 Juli 2021. Dia mengatakan penuntut umum KPK justru menciptakan beberapa peran pengganti untuk bercerita dan membuktikan seolah-olah sudah terjadi penyuapan.
"Dalam keterangan ahli disebutkan saksi yang tidak mengalami sendiri, tidak melihat sendiri dan tidak mendengar langsung maka kesaksiannya tidak memiliki nilai pembuktian," katanya.
Komentar
Posting Komentar