Awal Mula Isu Klepon Tidak Islami Jadi Ramai di Media Sosial
Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menyatakan perbincangan mengenai kue klepon tidak Islami diduga bermula dari percakapan di media sosial Facebook. Dia berkata perbincangan tentang hal itu kemudian secara perlahan meningkat di Twitter.
"Tampak percakapan di Facebook sudah ramai duluan, baru pelan-pelan di Twitter naik," ujar Ismail lewat akun Twitter pribadinya, Rabu (22/7).
Dalam pemaparannya, dia menyebut sebuah media online telah mengutip klarifikasi dari @TurnBackHoax, akun resmi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang memberi link paling awal dari flyer klepon itu di Facebook.
Unggahan paling awal, kata dia diketahui terjadi pada Senin (20/7), pukul 20:31 WIB. Unggahan itu diketahui sudah dihapus, tapi bisa dilihat dari Internet Archive.
Di Instagram, Ismail menyampaikan pihaknya menangkap unggahan yang relevan dengan isu klepon pada hari Selasa (21/7), pukul 02:09 WIB. Unggahan tentang isu itu mulai meningkat pada pukul 08.00 WIB.
"Salah satu yang cukup awal di IG yang ditangkap DE adalah dari akun @kerjabersama_2periode. Foto yang sama dengan yang di Facebook tsb di beri caption "Kadrun klo dibiarin makin ngelunjak, ...." ujarnya.
"SNA AWAL TWITTER Hingga pukul 10:00, peta percakapan di Twitter belum terlalu ramai, namun sudah ada beberapa akun yang cukup infuensial, seperti @jumianto_RK, @jr_kw19, @Rahman_nashir,@al_diablos, dkk. Tak semuanya setuju dengan isi flyer klepon itu," ujar Ismail.
Sama halnya dengan @jr_kw19, akun @jumianto_RK juga diketahui menyebut soal adat istiadat dan budaya nusantara saat membicarakan klepon.
Pro kontra
Ismail menyampaikan tidak semua akun percaya dengan flyer yang menyebut klepoin tidak Islami. Misalnya, akun @al_diablos yang menuduh rezim menggunakan trik pembenturan klepon dengan agama.Selain itu, isu klepon ini tidak hanya jadi isu bagi akun yang pro-kontra terhadap pemerintah. Terdapat sejumlah akun tidak berpihak yang membicarakan klepon, misalnya @TretanMuslim,@jawafess, @uusbiasaaja, @FiersaBesari, @pinotski, hingga @andihiyat.
"Top 5 Influencer soal perkleponan ini dimenangkan oleh @Irenecutemom, @TretanMuslim,@andihiyat, @jawafess, dan @FiersaBesari," ujar Ismail.
Lebih lanjut, Ismail mengatakan kicauan dari akun @Irenecutemom yang paling besar di-retweet pada saat DE melakukan analisis. Kala itu, @Irenecutemom mengunggah gambar dengan kalimat kue klepon tidak Islami dan ditanggapi secara negatif oleh warganet.
Kemudian disusul oleh akun @TretanMuslim yang mengulas klepon dengan narasi jenaka.
"Lalu dari @jawafess dan @FiersaBesari yang mentwist soal klepon ini untuk meredakan 'ketegangan'. Dan akun @ridwanhr yang mencoba mencari kebenaran toko yang katanya menjual kurma dg menyudutkan klepon ini. Namun tidak menemukan toko penjualnya," ujar Ismail.
Di Twitter, Ismail menyatakan gambar flyer 'anti-klepon' ternyata cukup sukses mewarnai beranda. Mereka yang pro dan yang kontra sama-sama membagikan gambar yang sama. Hal itu, kata dia memperlihatkan hal yang tampaknya sederhana, tapi kontroversial dengan mudah akan menyulut kegaduhan.
"Hal yang sama juga bisa dilihat di Instagram. Namun di sini ada banyak juga foto klepon betulan yang tidak ada hubungannya dengan flyer 'anti klepon' tersebut," ujarnya.
Sedangkan mereka yang curiga, Ismail membeberkan kebanyakan mencari klarifikasi atau menuding kelompok lawannya yang membuat dan menggoreng isu tersebut.
Fahmi menambahkan residu pemilihan presiden 2019 terlihat masih sangat kuat. Perolehan suara yang tak jauh terpaut bedanya jelas membuat dua cluster pro-kontra yang relatif seimbang pendukungnya.
Hal itu dinilai tidak mudah untuk dileburkan tanpa upaya serius. Dia berkata setiap saat siap untuk saling 'serang' kembali.
Lebih dari itu, flyer yang menyentuh dan mengangkat isu-isu atau karakter sensitif dan khas dari salah satu kelompok merupakan bahan bakar yang sangat murah dan mudah dibuat untuk memanaskan polarisasi kedua cluster residu pilpres 2019 tersebut.
"Dalam kondisi seperti ini, siapa yang mengedepankan akal, pikiran, dan moral, serta yang pro NKRI (K = kesatuan, bukan pro salah satu kubu), yang akan bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Lainnya akan mudah hanyut terbawa isu," ujar Ismail.
Komentar
Posting Komentar