Pelajar SMA Tewas Usai Dihajar Senior Saat Pelonco
Seorang pelajar laki-laki di Thailand yang bulan lalu sempat
terbaring koma diduga karena dianiaya saat menjalani masa orientasi sekolah,
dinyatakan meninggal pada Kamis (18/7) kemarin. Hal ini menjadi sorotan karena
budaya pelonco dengan kekerasan masih terjadi di dunia pendidikan Negeri Gajah
Putih.
Mendiang yang bernama Nakhon Pathom dilaporkan ditendang di bagian dada oleh tiga kakak kelasnya ketika sedang dipelonco di sekolah barunya. Akibatnya, siswa berusia 15 tahun itu mengalami koma sejak bulan lalu.
Mendiang yang bernama Nakhon Pathom dilaporkan ditendang di bagian dada oleh tiga kakak kelasnya ketika sedang dipelonco di sekolah barunya. Akibatnya, siswa berusia 15 tahun itu mengalami koma sejak bulan lalu.
Menurut laporan kepolisian Thailand, ketiga pelaku yang
sebelumnya didakwa atas tindak penyerangan akan dijatuhi dakwaan yang lebih
berat.
"Dakwaan itu termasuk percobaan pembunuhan," demikian pernyataan Letnan Kolonel Pinyo Musiksan, seperti dilansir AFP, Jumat (19/7).
Dua di antara ketiga siswa senior itu akan diadili di pengadilan remaja, mengingat usia mereka yang masih di bawah 18 tahun. Ketiga siswa tersebut juga sementara ini bebas dengan jaminan.
Insiden tewasnya Pathom sontak meningkatkan kekhawatiran akan budaya perpeloncoan di kebanyakan lembaga pendidikan Thailand.
"Dakwaan itu termasuk percobaan pembunuhan," demikian pernyataan Letnan Kolonel Pinyo Musiksan, seperti dilansir AFP, Jumat (19/7).
Dua di antara ketiga siswa senior itu akan diadili di pengadilan remaja, mengingat usia mereka yang masih di bawah 18 tahun. Ketiga siswa tersebut juga sementara ini bebas dengan jaminan.
Insiden tewasnya Pathom sontak meningkatkan kekhawatiran akan budaya perpeloncoan di kebanyakan lembaga pendidikan Thailand.
Perpeloncoan yang kerap
dilakukan di beberapa lembaga di Thailand itu berdasarkan pada asas SOTUS,
yakni Senioritas, Ketertiban, Tradisi, Persatuan, dan Semangat.
Ritual tersebut merupakan hal yang biasa diterapkan setiap tahunnya di perguruan tinggi, sekolah kejuruan, sekolah menengah, bahkan di akademi militer.
Kegiatan itu akan menguji ketangguhan murid-murid junior dari segi mental dan fisik mereka, seperti membawa barang-barang milik kakak kelas, terkadang ada pula yang berdampak pada cedera serius, dan dampak yang paling ekstrem adalah menyebabkan kematian.
Sebuah kelompok anti perpeloncoan mencatat setiap tahunnya, rata-rata ada 250 kasus perpeloncoan di sejumlah lembaga pendidikan Thailand, di mana hanya kasus yang paling parah yang akan diangkat ke permukaan untuk diusut.
Ritual tersebut merupakan hal yang biasa diterapkan setiap tahunnya di perguruan tinggi, sekolah kejuruan, sekolah menengah, bahkan di akademi militer.
Kegiatan itu akan menguji ketangguhan murid-murid junior dari segi mental dan fisik mereka, seperti membawa barang-barang milik kakak kelas, terkadang ada pula yang berdampak pada cedera serius, dan dampak yang paling ekstrem adalah menyebabkan kematian.
Sebuah kelompok anti perpeloncoan mencatat setiap tahunnya, rata-rata ada 250 kasus perpeloncoan di sejumlah lembaga pendidikan Thailand, di mana hanya kasus yang paling parah yang akan diangkat ke permukaan untuk diusut.
Pada 2017 lalu, insiden serupa juga sempat dialami seorang
taruna militer berusia 18 tahun di mana pihak keluarga menemukan bahwa organ
putra mereka telah dikeluarkan dari tubuhnya. Kasus ini pun menggemparkan warga
Thailand.
Meski begitu, pihak institusi militer tersebut bersikeras bahwa pihaknya tak bersalah. Menurut mereka, taruna angkatan pertama itu meninggal akibat gagal jantung yang dialaminya.
Meski begitu, pihak institusi militer tersebut bersikeras bahwa pihaknya tak bersalah. Menurut mereka, taruna angkatan pertama itu meninggal akibat gagal jantung yang dialaminya.
Komentar
Posting Komentar