Isu sawit dan keberlanjutan bakal
dibahas dalam perundingan Indonesia-European Union
Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA). Pembahasan itu sendiri
sudah memasuki putaran ke-8.
Informasi tersebut disampaikan oleh Head of Trade Section Delegation of The
European Union to Indonesia and Brunei Raffaele Quarto.
"Itu [isu sawit] menjadi salah satu topik yang kami diskusikan,"
katanya, Rabu (24/7).
Ia menyatakan minyak sawit merupakan komoditas utama bagi dua negara. Uni
Eropa, sambungnya, membutuhkan minyak sawit untuk berbagai produk seperti bahan
bakar nabati, makanan, sabun, dan sebagainya. Di sisi lain, Indonesia merupakan
salah satu penghasil dan eksportir sawit terbesar di dunia.
Namun demikian, ia menyarankan
agar Indonesia lebih konsen kepada isu keberlanjutan (sustainability) dan isu lingkungan
terkait tanaman sawit.
"Kami membutuhkan minyak sawit, tetapi kami juga harus memastikan minyak
sawit diproduksi secara berkelanjutan," imbuhnya.
Ia cukup memahami upaya pemerintah dengan memberikan sertifikat kepada
pengusaha sawit untuk memastikan sawit Indonesia telah memenuhi standar.
Sertifikat itu meliputi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian
Sustainable Palm Oil (ISPO).
Oleh karena itu, dia menekankan pemerintah bisa memastikan seluruh produsen
sawit mengantongi sertifikat itu.
"Saat ini, ada produsen yang memiliki sertifikat tetapi ada juga yang
belum memiliki sertifikat," tuturnya.
Kampanye Hitam Sawit
Dalam kesempatan yang sama, Vice Chairman Euro Chamber Wichard von Harrach
menyarankan agar produsen sawit Indonesia menerapkan strategi pemasaran dengan
mendekati konsumen Uni Eropa. Strategi ini dinilai ampuh untuk mengahalau
kampanye hitam sawit Indonesia.
Alasannya, pasar sawit Uni Eropa masih terbuka lebar lantaran sawit dibutuhkan
pada banyak produk.
"Seluruh produsen sawit harus menjelaskan kepada
konsumen Uni Eropa apa yang mereka kerjakan terkait keberlanjutan. Karena
mereka tidak bisa mengharapkan pemerintah mendorong penggunaan sawit,"
tuturnya.
Pemerintah sebelumnya mengajukan gugatan terkait kampanye negatif sawit oleh
Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization). Gugatan
terkait dengan pemberlakuan kebijakan Delegated Regulation Supplementing
Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II yang dinilai sebagai bentuk
diskriminasi terhadap produk sawit Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan
mengatakan pemerintah segera menunjuk firma hukum internasional untuk menjadi
wakil RI dalam gugatan itu.
"Posisi saat ini, kami sudah mendapatkan firma hukum sembilan, yang sudah
kami kerucutkan menjadi lima firma hukum," ujarnya belum lama ini.
Komentar
Posting Komentar