Sejumlah peristiwa terjadi di
berbagai negara pada Selasa (16/7) kemarin. Mulai dari junta militer Thailand
dibubarkan hingga gudang kelompok ekstrem kanan Italia menyimpan berbagai
senjata. Semua dirangkum CNNIndonesia.com
dalam kilas internasional.
1. Junta Militer Thailand Resmi Dibubarkan
Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha, secara resmi membubarkan
pemerintahan junta militer. Keputusan itu mengakhiri rezim yang mengambil alih
kekuasaan dengan mengkudeta pemerintahan mantan PM Yingluck Shinawatra pada
2014 silam.
"Thailand saat ini adalah negara demokratik penuh dengan sistem monarki
konstitusional, beserta parlemen yang dipilih rakyat," kata Prayut dalam
pidato yang disiarkan secara nasional dari ibu kota Bangkok, seperti dilansir Reuters, Selasa (16/7).
Menurut Prayut, militer terpaksa turun tangan mengambil alih kekuasaan dengan
alasan setelah pemilihan umum 24 Maret 2014 terjadi gejolak politik yang
cenderung mengarah kepada kerusuhan. Menurut dia militer harus bersikap
mengakhiri aksi unjuk rasa selama enam bulan yang diikuti oleh bentrokan.
Raja Thailand, Rama X Vajiralongkorn, pekan lalu merestui pemerintahan Prayut
yang dibentuk dari koalisi 19 partai. Meski demikian, posisi pemerintah bukan
mayoritas di parlemen.
Selama 15 tahun belakangan, sudah terjadi dua kali kudeta di Thailand.
Pertarungan politik yang terjadi adalah kelompok oposisi sipil yang meraih
dukungan dari penduduk di kalangan pedesaan melawan rezim yang didukung oleh
kerajaan dan militer.
2. AS Batasi Gerak-Gerik Menlu Iran di New York
Pemerintah Amerika Serikat memutuskan membatasi gerak-gerik Menteri Luar Negeri
Iran, Mohammad Javad Zarif, saat menghadiri undangan dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) ke markas mereka di New York. Hal ini adalah dampak dari
perseteruan kedua negara yang sudah terjadi sejak beberapa bulan silam.
Zarif sebenarnya sudah tiba di AS sejak Minggu pekan lalu setelah izin
kunjungan itu disetujui Menlu AS, Mike Pompeo. Namun, menurut keterangan
Kemenlu AS, Zarif hanya dibolehkan bepergian ke markas PBB, kantor perwakilan
Iran untuk PBB, rumah dinas Duta Besar Iran, dan Bandara John F. Kennedy di New
York.
AS beralasan pembatasan itu dilakukan karena khawatir Zarif akan menggunakan
iklim kebebasan berpendapat untuk menebar propaganda.
Meski demikian, Zarif masih bisa melakukan wawancara dengan kantor berita
Inggris, BBC, dan stasiun televisi AS, NBC, di kediaman Duta Besar Iran di
Upper East Side, Manhattan. Menurut Juru Bicara Kemenlu Iran, Abbas Mousavi,
agenda kegiatan yang dihadiri Zarif memang hanya diadakan di markas PBB, kantor
perwakilan Iran untuk PBB, dan rumah dinas duta besar Iran.
"Menerapkan pembatasan terhadap beliau di New York tidak mempengaruhi
agenda kegiatannya," kata Mousavi.
PBB pun tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya menyatakan turut prihatin terhadap
pembatasan yang diterapkan kepada Zarif.
3. Langit Pakistan Kembali Dibuka untuk
Penerbangan Sipil
Pemerintah Pakistan memutuskan mencabut larangan bagi penerbangan sipil untuk
melintasi ruang udaranya yang diterapkan sejak awal tahun ini. Larangan itu
diterapkan saat konflik antara negara itu dan India di Kashmir sempat memanas
di awal 2019.
"Ruang udara Pakistan kembali dibuka untuk seluruh penerbangan sipil yang
berada dalam jalur Jasa Lalu Lintas Udara (ATS)," demikian isi Pengumuman
untuk Awak Penerbangan (NOTAM), seperti dilansir Reuters,
Selasa (16/7).
Pakistan menutup ruang udaranya pada Februari ketika bertikai dengan India.
Saat itu India menyerang wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan sebagai balasan
atas serangan bom mobil yang menewaskan 40 pasukan paramiliter India.
Wilayah Pakistan berada di jalur penerbangan utama. Larangan melintas sangat
berdampak terhadap ratusan penerbangan sipil dan kargo, dan membuat mereka
harus memutar lebih jauh yang berdampak terhadap durasi terbang dan biaya yang
dikeluarkan untuk bahan bakar.
4. Kelompok neo-Nazi Italia Timbun Senjata hingga
Rudal
Kepolisian Italia menggerebek sebuah gudang milik simpatisan neo-Nazi pada
Senin (15/7) lalu. Dalam operasi itu mereka menyita sejumlah senjata, termasuk
sebuah rudal antar udara.
Selama penggeledahan tersebut, polisi menemukan sebuah rudal antar udara Matra
buatan Perancis yang tampaknya pernah dimiliki pasukan bersenjata Qatar. Dalam
pemeriksaan lanjutan, rudal tersebut diketahui dalam kondisi dapat digunakan
tetapi tidak mempunyai hulu ledak.
Polisi juga melaporkan bahwa para tersangka mencoba untuk menjual rudal
tersebut melalui pesan di WhatsApp, seperti dilansir AFP, Selasa (16/7).
Sementara itu, senjata lainnya yang ditemukan di antaranya 26 senapan, 20 bayonet,
306 bagian senjata termasuk peredam suara dan senapan, dan lebih dari 800
peluru berbagai ukuran. Persenjataan tersebut diketahui berasal dari Austria,
Jerman dan Amerika Serikat.
Polisi juga turut menyita barang-barang peninggalan Partai Nazi Jerman dari
sejumlah properti yang ditemukan.
Komentar
Posting Komentar