Jejak Konflik Etnis Uighur dan Pemerintah China
PT.Bestprofit - Jauh di
sebelah barat laut Negeri Tirai Bambu terdengar kabar tentang etnis Uighur
yang mengalami persekusi oleh pemerintah China. Sejarah pertikaian mereka
dengan rezim sudah berlangsung lama, bahkan ketika China masih
berupa kekaisaran.
dari berbagai sumber, etnis Uighur yang beragama Islam dan tempat bermukim mereka di wilayah Xinjiang membetot perhatian dunia akhir-akhir ini. Penyebabnya adalah kabar sikap represif pemerintah komunis China yang menangkap sekitar 1 juta warga muslim ke dalam kamp khusus yang lebih mirip penjara.
Di wilayah Xinjiang bermukim sejumlah suku asli yakni Uighur, Khazak, Hui, Tajik, Uzbek dan Tartar yang seluruhnya memeluk Islam. Sedangkan etnis Han, Khalkhas, Mongol, Xibe, Manchu, Rusia, dan Daur memeluk keyakinan lain atau bahkan tidak sama sekali.
dari berbagai sumber, etnis Uighur yang beragama Islam dan tempat bermukim mereka di wilayah Xinjiang membetot perhatian dunia akhir-akhir ini. Penyebabnya adalah kabar sikap represif pemerintah komunis China yang menangkap sekitar 1 juta warga muslim ke dalam kamp khusus yang lebih mirip penjara.
Di wilayah Xinjiang bermukim sejumlah suku asli yakni Uighur, Khazak, Hui, Tajik, Uzbek dan Tartar yang seluruhnya memeluk Islam. Sedangkan etnis Han, Khalkhas, Mongol, Xibe, Manchu, Rusia, dan Daur memeluk keyakinan lain atau bahkan tidak sama sekali.
Pada masa lampau, Xinjiang berada di
bawah kepemimpinan penguasa yang berganti-ganti. Mereka pernah dipimpin oleh
Kekaisaran Uighur Khaganate pada sekitar abad ke-8 hingga 9 Masehi. Namun,
istilah orang Uighur belum lazim digunakan dan mereka kerap dijuluki
'Orang-orang Turkic'. Pusat kotanya disebut Urumqi.
Kemudian, Panglima Perang Uzbek, Yakub Beg memimpin rakyat setempat melawan Dinasti Qing, tetapi berhasil ditaklukkan. Pada 1874 wilayah itu diambil alih dan namanya diubah menjadi Xinjiang, yang artinya 'Batas Baru'.
Kemudian, Panglima Perang Uzbek, Yakub Beg memimpin rakyat setempat melawan Dinasti Qing, tetapi berhasil ditaklukkan. Pada 1874 wilayah itu diambil alih dan namanya diubah menjadi Xinjiang, yang artinya 'Batas Baru'.
Pilihan redaksi |
www.ptbestprofit.com |
www.ptbestprofitfutures.com |
www.pt-bestprofit.com |
Pada 1933 sampai 1934 meletus pemberontakan melawan pemerintah China. Mereka
dibantu oleh Uni Soviet, yang bertujuan mengambil alih wilayah itu untuk
bersatu dengan mereka. Pergolakan itu melahirkan Republik Islam Turkestan Timur
yang hanya berumur satu tahun. Mereka kemudian habis digilas pasukan Hui dari
Divisi 36 Tentara Merah China, yang tunduk kepada Mao Tse Tung. Mereka
menggunakan etnis Hui yang juga Muslim untuk melawan kelompok separatis.
Sisa-sisa pemberontak kabur ke wilayah pegunungan.
Pemberontakan kembali terjadi pada 1940-an, yang berhasil membangkitkan Republik Turkestan Timur (1944-1949). Lagi-lagi pergolakan ini dibantu oleh Uni Soviet yang ketika itu dipimpin mendiang Joseph Stalin.
Pemberontakan kembali terjadi pada 1940-an, yang berhasil membangkitkan Republik Turkestan Timur (1944-1949). Lagi-lagi pergolakan ini dibantu oleh Uni Soviet yang ketika itu dipimpin mendiang Joseph Stalin.
Ketika Partai Komunis China menang
dalam perang sipil dan menumbangkan Dinasti Qing pada 1949, wilayah Xinjiang
kembali diambil alih. Namun, para pentolan pemberontak menolak istilah Uighur
untuk merujuk etnis mereka. Mereka lebih suka dianggap sebagai suku Turkic.
Mereka juga menolak disamakan dengan etnis Hui, meski sama-sama memeluk Islam.
Hal itu bisa dimengerti karena perawakan etnis Uighur berbeda dari Han atau Hui. Paras dan perawakan mereka lebih condong ke arah Eurasia. Sebagian ada yang terlihat sipit, sedangkan lainnya mirip orang Eropa.
Mao Tse Tung lantas menetapkan status kawasan itu sebagai kawasan otonomi. Namun, ternyata mereka perlahan-lahan mengirim etnis Han ke wilayah itu dan kemudian beranak pinak hingga jumlahnya dua kali lipat dari etnis Uighur.
Etnis Uighur sempat bisa bernapas sedikit lega ketika masa kepemimpinan Deng Xiaoping pada akhir Perang Dingin. Pemerintah memberi mereka keleluasaan untuk beribadah dan mengaktualisasikan diri serta merawat budaya. Lagi pula ketika itu Uni Soviet sudah berantakan dan China tidak khawatir penduduk setempat akan kembali bergolak.
Hal itu bisa dimengerti karena perawakan etnis Uighur berbeda dari Han atau Hui. Paras dan perawakan mereka lebih condong ke arah Eurasia. Sebagian ada yang terlihat sipit, sedangkan lainnya mirip orang Eropa.
Mao Tse Tung lantas menetapkan status kawasan itu sebagai kawasan otonomi. Namun, ternyata mereka perlahan-lahan mengirim etnis Han ke wilayah itu dan kemudian beranak pinak hingga jumlahnya dua kali lipat dari etnis Uighur.
Etnis Uighur sempat bisa bernapas sedikit lega ketika masa kepemimpinan Deng Xiaoping pada akhir Perang Dingin. Pemerintah memberi mereka keleluasaan untuk beribadah dan mengaktualisasikan diri serta merawat budaya. Lagi pula ketika itu Uni Soviet sudah berantakan dan China tidak khawatir penduduk setempat akan kembali bergolak.
Sayangnya
'bulan madu' itu tak berlangsung lama setelah kelompok radikal Islam bangkit,
dipelopori oleh Al Qaidah. China kembali bersikap keras terhadap etnis Uighur
karena dianggap rentan terpapar radikalisme. Sebab, sejumlah kelompok
perwakilan etnis Uighur dianggap tidak sejalan dengan pemerintah China.
Organisasi yang menjadi target China adalah Kongres Uighur Dunia (WUC) dan Gerakan Kemerdekaan Turkestan Timur (ETIM). Yang terakhir bahkan dianggap sebagai kelompok teroris oleh China.
Pemerintah China juga dikabarkan memberi perlakuan berbeda terhadap etnis Uighur, ketimbang Hui yang sama-sama Muslim. Suku Hui dibebaskan berpuasa saat Ramadan, bebas berhaji, beribadah secara berjemaah dan membangun masjid. Sedangkan bagi orang Uighur justru sebaliknya.
Organisasi yang menjadi target China adalah Kongres Uighur Dunia (WUC) dan Gerakan Kemerdekaan Turkestan Timur (ETIM). Yang terakhir bahkan dianggap sebagai kelompok teroris oleh China.
Pemerintah China juga dikabarkan memberi perlakuan berbeda terhadap etnis Uighur, ketimbang Hui yang sama-sama Muslim. Suku Hui dibebaskan berpuasa saat Ramadan, bebas berhaji, beribadah secara berjemaah dan membangun masjid. Sedangkan bagi orang Uighur justru sebaliknya.
Dengan
gelombang kelompok radikal seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang
dikhawatirkan tersebar di kalangan Uighur,
pemerintah
China wajar jika merasa cemas. Meski sampai saat ini belum ada data pasti
berapa jumlah etnis Uighur yang bergabung dengan ISIS.
Alasan
itulah yang digunakan pemerintah China membangun kamp khusus untuk etnis
Uighur. Mereka berdalih mendidik kembali suku Uighur supaya tidak bergolak di
masa mendatang.
Komentar
Posting Komentar