Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak
para operator seluler untuk memikirkan kembali dan menghitung ulang terkait konsolidasi,
agar menyehatkan industri telekomunikasi di Indonesia.
"Konsolidasi kami serahkan secara penuh secara B2B antara operator
seluler. Oleh karena itu, kami akan mengajak mereka untuk berpikir dan
menghitung ulang bagaimana konsolidasi bisa terjadi," kata Direktur
Jenderal Pos dan Penyelenggaraan Informatika (PPI) Kemenkominfo, Ahmad M.
Ramli, Senin (28/10).
Ramli mengatakan dengan konsolidasi itu, diharapkan secara merata operator bisa
tumbuh dengan baik. Sebab, ia menilai masih ada operator yang pertumbuhannya
cukup pelan.
"Kami lihat tidak seluruh opsel tumbuh dengan baik, ada yang tumbuhnya
sangat pelan tetapi juga ada yang sangat tinggi. Apalagi dengan serangan over
the top, yakni ada WhatsApp, Line dan lainnya yang membuat mereka harus bersaing
dengan ketat," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika periode
2014-2019 Rudiantara menyebut faktor bisnis menjadi kendala operator
telekomunikasi belum mau melakukan konsolidasi.
Dia menilai operator menaruh perhatian apakah setelah melakukan konsolidasi,
terjadi penguatan neraca saldo (balance sheet) atau tidak.
"Bisnis, lah. Nanti akibatnya ke balance sheet [neraca saldo], makin kuat
atau tidak," kata Rudiantara di The Ballroom Djakarta Theater XXI,
Jakarta, September 2019 lalu.
Pria yang akrab disapa Chief RA ini menambahkan bisnis tidak hanya terkait
'nilai', tetapi juga siapa pengendali dan operator telekomunikasi mana yang
akan bertaha saat terjadi konsolidasi.
"Iya, mereka kalau mau bicara nilai berapa, ini saja sebetulnya. Artinya,
untuk menentukan siapa pengendalinya dan nanti surviving operator [operator
yang bertahan hidup] itu siapa," ucapnya.
Sebetulnya, Kemenkominfo melalui Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menyiapkan tiga opsi kepemilikan spektrum
frekuensi jika terjadi konsolidasi. BRTI bakal menyertakan kepemilikan
frekuensi ke dalam Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur soal konsolidasi.
Penetapan frekuensi sendiri sebetulnya sudah diatur dalam Undang-undang
Telekomunikasi Tahun 1999 yang mengamanatkan frekuensi adalah milik negara.
Oleh karena itu, jika satu operator berhenti beroperasi karena diakuisisi atau
pailit, maka frekuensi operator harus dikembalikan kepada pemerintah.
Komentar
Posting Komentar