Seruan #GejayanMemanggil2
sebagai ajakan untuk menyalurkan aspirasi lewat aksi
mahasiswa di depan Gedung DPR, menurut pengamat media sosial Ismail Fahmi
tak lagi murni menjadi suara mahasiswa saja. Tapi tagar yang populer di Twitter ini sudah menjadi lahan
pertempuran banyak pihak.
Ketika ditanya CNNIndonsia.com mengenai tren tagar ketika aksi mahasiswa
terjadi kemarin (30/9), Ismail membeberkan temuannya. Menurut analisis
perangkat lunak Drone Emprit periode 22 September sampai 1 Oktober 2019,
terdapat empat kelompok yang bertarung dengan tagar ini.
Keempatnya adalah mahasiswa, mereka yang pro pemerintah, oposisi, bahkan mereka
yang membawa isu G30SPKI. Pada cuitannya, Ismail menggambarkan bagaimana empat kelompok
tersebut bertarung menggunakan tagar #GejayanMemanggil2.
"Top influencer #GejayanMemanggil2
(juga) diisi oleh mereka dari ketiga elemen utama. Tidak lagi menjadi narasi
murni milik mahasiswa," cuitnya, Selasa (1/10). "Ke depan, bukan
tidak mungkin setiap tagar baru yang dibuat, akan langsung dimanfaatkan oleh
semua elemen."
Dalam cuitannya, Ismail memperlihatkan 5 akun yang punya pengaruh paling besar;
@JDAgraria, @imau_rokan, @Anggraini_4yu, @harychandra091, dan @FierasBerasi.
Dengan banyaknya "campur tangan" pada tagar yang digunakan menurut
Ismail akan membuat mahasiswa kehilangan kendali atas narasi utama dari aksi
mereka.
Dari sisi volume, menurut Ismail tagar ini kurang populer dibanding
#GejayanMemanggil yang ramai digaungkan pekan lalu saat aksi mahasiswa pertama
bergulir.
Berdasarkan data yang dihimpub, tren #GejayanMemanggil2 hanya mencapai angka 40
ribupercakapan. Kalah jauh dibanding #GejayanMemanggil sebanyak 180 ribu
percakapan dan #ReformasiDikorupsi yakni 47 ribu percakapan. Oleh sebab itu,
Ismail menilai akan sulit jika ingin membangun narasi #GejayanMemanggil jilid
selanjutnya.
"Pada hari H [30
September], volume #GejayanMemanggil2 hanya 40k, kalah dibanding
#GejayanMemanggil 180k. Bahkan masih kalah dibanding #ReformasiDikorupsi 47k
(ribu), di sisi lain tagar #MahasiswaPelajarAnarkis berhasil membangun narasi
negatif kepada aksi ini," cuit Ismail melalui akun Twitter pribadinya,
Selasa (1/10).
"Total volume keempat tagar memperlihatkan dengan jelas, energi
#GejayanMemanggil2 jauh berkurang. Sehingga akan sulit untuk kemudian membuat
versi 3,4,5, dst," lanjut dia.
Selain itu, Ismail memberi perhatian pada narasi mengenai aksi Anak STM. Narasi
nii menurutnya sangat tinggi sehingga mengalahkan narasi awal
#GejayanMemanggil.
"Narasi "Anak STM" telah mendisrupsi aksi mahasiswa (...) mereka
mudah sekali disusupi, atau jadi proxy untuk membangun narasi anarkisme,"
tulisnya.
Sehingga menurut Ismail, mahasiswa tidak bisa terus mengandalkan aksi
demonstrasi untuk menyuarakan aspirasi mereka. Sebab, aksi damai mahasiswa bisa
dengan mudah disusupi dan dibuat jadi aksi kekacauan pada malam hari.
"Itu di luar kontrol mereka," pungkas Ismail.
Kedua, Ismail mengingatkan bahwa perjuangan mahasiswa
bukanlah untuk jangka pendek. Tapi merupakan perjuangan jangka panjang. Karena
kontrol publik sangat dibutuhkan mengingat kualitas DPR dan DPRD hasil Pemilu
lalu sangat rendah.
"Perjuangan mereka adalah 'marathon' bukan 'sprint' [...] kontrol publik dari
mahasiswa sangat diperlukan. Bukan hanya saat ini, tapi juga seterusnya,"
cuitnya.
Sebelumnya, mahasiswa Yogyakarta sempat menggelar unjuk rasa bertajuk
#GejayanMemanggil2 pada Senin (30/9) kemarin. Ini adalah aksi lanjutan dari
#GejayanMemanggil yang digelar pekan lalu, 23 September.
Aksi masih diinisiasi oleh Aliansi Rakyat Bergerak yang dihuni para mahasiswa
lintas kampus. Tanggal aksi yang jatuh 30 September dipilih karena berbarengan
dengan sidang paripurna DPR periode 2014-2019 yang terakhir kali.
Komentar
Posting Komentar