Untuk pertama kali dalam sejarah, kadar karbondioksida (CO2) di
atmosfer mencapai 415,26 bagian per satu juta partikel akibat polusi udara. Data ini diambil
dari sensor di Observatorium Mauna Loa, sebagai bagian dari penelitian National
Oceanic and Atmospheric Agency (NOAA). Ini adalah kadar CO2 terbanyak dalam
sejarah Bumi.
Makin banyaknya kadar CO2 di atmosfer karena sifatnya yang memantulkan panas
kembali ke Bumi. Ketika cahaya matahari masuk ke Bumi, panasnya akan diserap
atau dipantulkan oleh daratan dan lautan.
Namun, dengan tingginya kadar CO2 di udara, radiasi panas ini terpantul kembali
ke Bumi alih-alih keluar dari atmosfer. Sehingga, tingginya kadar CO2 di udara
berpengaruh pada peningkatan pemanasan global, inilah yang dikenal dengan efek
gas rumah kaca.
Efek gas rumah kaca ini
sebenarnya baik untuk menjaga kehidupan agar kehangatan suhu Bumi tetap
terjaga. Tapi kadar CO2 yang terlalu tinggi, menyebabkan panas yang
terperangkap di atmosfer Bumi pun meningkat, sehingga membahayakan kehidupan.
Dalam catatan NOAA, "peningkatan gas rumah kaca telah membuat penganggaran
energi di Bumi tidak seimbang, sebab ia menjebak lebih banyak panas dan
menaikkan suhu rata-rata Bumi," seperti dilansir TechCrunch.
Laporan lain menyebut, saat ini peneliti saat ini tengah bereksperimen untuk
mengubah karbondioksida itu menjadi batuan padat. Cara ini tengah dikembangkan
oleh tim internasional yang terdiri dari peneliti dan insinyur yang bekerja
untuk proyek CarbFix di Islandia.
Teknologi ini meniru proses
alami pengubahan karbon oleh batuan basalt yang biasanya menghabiskan waktu
hingga ribuan tahun.
"Dengan metode ini, kami telah mengubah waktu yang dibutuhkan secara
drastis," jelas Geolog Sandra Osk Snaebjornsdottir.
Mereka menggunakan uap untuk menangkap CO2 dan mengembunkannya menjadi sejenis
air bersoda. Zat cair ini lantas dialirkan lewat pipa ke lokasi yang berada
beberapa mil dari lokasi penelitian.
Menggunakan tekanan tinggi, cairan itu disuntikkan ke batuan
basalt yang berada 3.300 kaki di bawah tanah Islandia. Ketika cairan ini
mendapat kontak dengan kalsium, magnesium, dan zat besi di batuan basalt,
cairan itu mulai menjadi mineral.
"Hampir semua CO2 yang disuntikkan akan menjadi mineral dalam waktu dua
tahun dalam percobaan pertama kami," jelas Snaebjornsdottir, seperti
dikutip Earth.
Meski teknik ini berhasil dilakukan di Islandia, para peneliti memberi catatan
mungkin teknik ini tidak berhasil di wilayah lain. Selain itu, teknik ini
sangat boros air. Untuk tiap satu ton CO2 yang disuntikkan ke bawah bumi dan
dibekukan, dibutuhkan 25 ton air yang telah disuling sehingga tak mengandung
garam.
Komentar
Posting Komentar