Gula Impor Via BUMN Masuk ke RI Pertengahan Mei `
Menteri Perdagangan Agus
Suparmanto menyatakan impor Gula
Kristal Putih (GKP) melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan masuk ke Indonesia
pada pertengahan Mei 2020.
Ia percaya diri masuknya gula impor akan mampu mengatasi masalah keterbatasan stok dan tingginya harga gula di pasar yang mencapai Rp17 ribu sampai Rp18 ribu per kilogram (kg) belakangan ini.
"GKP yang kami beri penugasan ke BUMN diperkirakan masuk di pertengahan Mei, bisa lebih awal, sekarang lagi proses," ujar Agus, Rabu (29/4).
Ia percaya diri masuknya gula impor akan mampu mengatasi masalah keterbatasan stok dan tingginya harga gula di pasar yang mencapai Rp17 ribu sampai Rp18 ribu per kilogram (kg) belakangan ini.
"GKP yang kami beri penugasan ke BUMN diperkirakan masuk di pertengahan Mei, bisa lebih awal, sekarang lagi proses," ujar Agus, Rabu (29/4).
Sayangnya, Agus tidak merinci impor gula oleh BUMN mana yang sekiranya akan masuk lebih dulu. Sebab, pemerintah memberikan izin impor gula ke tiga perusahaan pelat merah, yaitu Perum Bulog, PT
Perusahaan Perdagangan
Indonesia (Persero) atau PPI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)
atau RNI.
Masing-masing perusahaan
mendapat jatah impor 50 ribu ton, sehingga totalnya mencapai 150 ribu ton. Ia
mengatakan begitu impor masuk, gula akan langsung didistribusikan.
"Kami sudah sepakat dengan distributor dan asosiasi, kami pantau tiap hari bagaimana distribusinya. Sekarang stok mulai masuk dan kebutuhan daerah, provinsi, akan segera dipenuhi," ungkapnya.
Agus memastikan nantinya gula impor akan dijual sesuai acuan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp12.500 per kg. Gula akan didistribusikan ke pasar tradisional dan ritel modern.
Menurutnya, masalah keterbatasan stok dan harga tinggi kerap menjadi keluhan pedagang. Keluhan itu pun sudah masuk ke telinganya, salah satunya ketika ia memantau stok dan harga di berbagai bahan pokok di Pasar Kramat Jati pada hari ini.
"Kami sudah sepakat dengan distributor dan asosiasi, kami pantau tiap hari bagaimana distribusinya. Sekarang stok mulai masuk dan kebutuhan daerah, provinsi, akan segera dipenuhi," ungkapnya.
Agus memastikan nantinya gula impor akan dijual sesuai acuan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp12.500 per kg. Gula akan didistribusikan ke pasar tradisional dan ritel modern.
Menurutnya, masalah keterbatasan stok dan harga tinggi kerap menjadi keluhan pedagang. Keluhan itu pun sudah masuk ke telinganya, salah satunya ketika ia memantau stok dan harga di berbagai bahan pokok di Pasar Kramat Jati pada hari ini.
"Di pasar tradisional saya cek memang mereka sebelumnya
agak kesulitan memasok, tapi saya pastikan kalau ada kesulitan memasok, nanti
hubungi kami dan kami pantau untuk distribusi gulanya," ucapnya.
Agus mengklaim masalah stok dan harga gula saat ini terjadi karena tiga hal. Pertama, pandemi virus corona atau Covid-19, sehingga membuat distribusi gula terganggu dari sisi aktivitas perdagangan.
Belum lagi, sejumlah negara pengimpor gula sudah terlanjur menerapkan kebijakan penutupan akses wilayah (lockdown). Beberapa daerah di Indonesia pun menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga turut mengganggu distribusi.
Agus mengklaim masalah stok dan harga gula saat ini terjadi karena tiga hal. Pertama, pandemi virus corona atau Covid-19, sehingga membuat distribusi gula terganggu dari sisi aktivitas perdagangan.
Belum lagi, sejumlah negara pengimpor gula sudah terlanjur menerapkan kebijakan penutupan akses wilayah (lockdown). Beberapa daerah di Indonesia pun menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga turut mengganggu distribusi.
"Situasi ini tidak terjadi sebelumnya," tuturnya.
Kedua, permintaan meningkat jelang ramadan. Ketiga, mundurnya musim panen para petani tebu. Seharusnya, sambung Agus, para petani sudah melakukan tahap penggilingan pada bulan ini.
"Tapi ternyata harus mundur sampai Juli 2020," imbuhnya.
Kendati harga gula tengah melambung, Agus mengatakan pemerintah belum berencana mengubah HET untuk gula-gula yang dijual petani, meski hal ini justru merugikan petani. Sebab, dengan harga gula yang tinggi, petani tetap menikmati harga penjualan rendah di bawah HET.
"HET ini kami tidak berubah, saat ini masih ada produksi impor dan itu bisa terpenuhi. Soal musim giling yang mundur, ini akan kami evaluasi dan kami lihat apakah produktivitas petani berubah dari target panen tebu, sehingga hasil mereka terjual dengan baik," jelasnya.
Komentar
Posting Komentar