PT.Bestprofit - Para
pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata di Pandeglang, Banten, meminta
pemerintah setempat untuk menyediakan peralatan deteksi dini (early warning
system) gelombang tsunami.
Hal itu tak lepas dari peristiwa bencana tsunami yang telah meluluhlantakkan
daerah tersebut pada Sabtu (22/12) malam.
Salah satunya datang dari General Manajer Tanjung Lesung Resort, Widi
Widiasmanto. Ia menyatakan tak ada alat pendeteksi tsunami membuat banyaknya
korban berjatuhan di wilayah Tanjung Lesung.
Diketahui, tercatat sebanyak 52 jenazah korban gelombang tsunami ditemukan di
kawasan wisata Tanjung Lesung. Salah satu yang terkenal adalah wafatnya tiga
personel band Seventeen di tempat tersebut.
"Karena saat itu kondisinya baik-baik saja, tak ada tanda alam apapun,
banyak korban karena tak ada warning-nya juga," kata Widi saat
berbincang
Widi menyatakan pihaknya belum bisa menjamin betul keamanan
para wisatawan yang berkunjung ke resortnya usai bencana tsunami terjadi.
Ia hanya menyatakan ke depannya akan mengevaluasi tata letak gelaran
acara-acara outdoor harus berjarak sekitar 100 meter dari laut.
"Kalau bangunan resornya sih kita aman, kalau wisatawan ada di dalam
bangunan semua saat kejadian itu saya yakin aman, tapi karena kejadian itu kan
di pinggir laut ya," kata dia
Lebih lanjut, Widi berharap bahwa secepatnya pemerintah memperkuat alat
mitigasi tsunami usai masa tanggap darurat bencana.
Hal itu bertujuan agar para wisatawan merasa aman dan bisa kembali memadati
kawasan tersebut seperti sedia kala.
"Harusnya sistem warning-nya ada, sekarang kan
enggak ada sama sekali, terutama untuk yang longsor Gunung Anak Krakatau enggak
ada, nah kalau itu, teknologi harus ada. Jadi kita berharap kepada pemerintah
dulu, soal early warning dulu," kata dia.
Senda dengan Widi, Sarman (54) pemilik restoran 'Depan Bukit Sea Food',
yang terletak di wilayah Anyer, Banten meminta hal serupa.
Ia menyatakan bahwa alat mitigasi tsunami yang belum memadai di wilayah pantai
barat Banten membuat para wisatawan kabur dan ragu-ragu untuk kembali berwisata
di tempat tersebut.
"Waktu kejadian itu ya kejadian aja, byurr, enggak ada peringatan
apa-apa, makanya kita juga berharap bisa ada alat buat peringatan ke
masyarakat," kata dia.
'Kayak Wilayah Mati'
Bencana tsunami Selat Sunda nyaris membunuh industri pariwisata di sepanjang
pantai barat Banten. Kesan itu turut terlihat ketika memasuki liburan
pergantian tahun baru 2019 ini.
Sejumlah hotel dan restoran mengalami penurunan penghasilan yang signifikan
pada momentum tahun baru kali ini.
Padahal, momentum tahun baru merupakan waktu tepat untuk
mengumpulkan 'cuan' yang lebih banyak dibanding hari biasanya.
Widi dan Sarman memiliki persamaan bahwa bisnisnya hancur lebur ketika
tsunami menyapu wilayah tersebut.
Widi menjelaskan bahwa Tanjung Lesung Resort terlihat kosong tak ada wisatawan
yang singgah.
Terpantau, puing-puing reruntuhan bangunan masih terlihat berserakan pada Senin
(1/1). Pohon-pohon yang tumbang akibat tsunami masih terlihat sepanjang mata
memandang.
Terlihat pula beberapa petugas hotel dan aparat TNI turut membantu membersihkan
sisa-sisa reruntuhan akibat bekas terjangan tsunami yang menerjang.
Widi menegaskan bahwa momentum tahun baru biasanya membuat 200 kamar di
resortnya selalu penuh 100 persen dengan para wisatawan.
"Jadi enggak perlu dipertanyakan lagi soal omzetnya
sekarang, jadi yang biasa penuh malah jadi begini," kata Widi.
Ia menyatakan pihaknya telah membatalkan acara spesial yang sedianya akan
digelar pada perayaan malam tahun baru 2019.
Di lobi resor, terlihat beberapa pernak pernik hiasan rencana perayaan
malam tahun baru 2019 yang bertema 'Beach Party' yang tak kunjung terlaksana.
"Kita sudah mau buat, kita kasih nama beach party, bahkan
bahan-bahan baku sudah kami siapkan. Dari dekorasi uniform entertainment-nya,
makanannya, bahkan kami sudah pesan satu Ikan Tenggiri yang beratnya 30 kilo
akan saya jadikan ikon, tapi apa boleh buat," kata dia.
Widi mengaku tak ada gemerlap dan pesta yang terjadi saat pergantian malam
tahun baru tadi malam. Berbanding terbalik dengan kondisi malam tahun baru
sebelumnya.
Ia menyatakan pihaknya telah membatalkan acara perayaan tahun baru itu dan
memilih untuk melakukan doa bersama.
"Terus terang kami setop acara pastinya, setop kegiatan, kita lakukan doa
bersama, bersih-bersih saja, tamunya kita ya relawan aja," kata dia.
Di sisi lain, Sarman mengaku bencana tsunami membuat omzetnya turut drastis di
perayaan tahun baru kali ini.
Sejak bencana tsunami melanda, Sarman mengatakan baru membuka restorannya sejak
Sabtu, 29 Desember 2018 kemarin. Hingga hari ini (1/1) ia hanya dapat
mengantongi omzet sebesar Rp4 juta.
"Ya ampun sepi banget, tahun baru ini enggak ada seperempatnya, biasanya
kita bisa dapat omzet sampai Rp30-40 juta sehari di tahun baru tahun-tahun
sebelumnya," kata Sarmin.
Sarmin mengatakan bahwa wilayah Anyer merupakan tempat destinasi wisata yang
sangat ramai di kala liburan tiba.
Ia mengaku kondisi saat ini membuat Anyer seperti wilayah 'mati' karena sepi
dengan kegiatan dan berbagai perayaan.
"Pas tahun baru itu jalanan pasti macet panjang, sekarang liat aja
sendiri, kayak wilayah mati," kata dia.
Komentar
Posting Komentar