Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyebut
China dan Korea Selatan akan membangun pabrik di Indonesia. Rencana itu sejalan
dengan larangan ekspor bijih nikel yang
akan diberlakukan mulai Januari 2020 nanti.
Dalam keterangan resminya, Senin (23/9), Luhut menilai rencana pembangunan
pabrik itu sebagai dampak positif dari larangan ekspor nikel demi meningkatkan
hilirisasi di dalam negeri.
"Pada pertemuan dengan LG Chemical di Seoul, Korsel, beberapa hari lalu,
mereka bilang sedang mempertimbangkan pengembangan fasilitas produksi baterai
lithiumnya di RI, setelah mendengar rencana larangan ekspor bijih nikel dan
harga di pasar global yang terus naik," ujarnya usai menghadiri
ASEAN-China Expo di Nanning, China.
LG Chemical belum menentukan mitranya untuk membangun pabrik. Namun, perusahaan
Korsel itu berpotensi menggandeng China atau Volkswagen, produsen mobil Jerman
yang sedang mengembangkan mobil listrik.
Menurut Luhut, rencana LG
Chemical itu akan mendukung rencana pemerintah dalam mengembangkan kendaraan
listrik. Terlebih bahan baku baterai mobil listrik ialah nikel dengan kadar di
bawah 1,4 persen yang saat ini masih diekspor.
"Mobil listrik juga menggunakan aluminium dan carbon steel seperti untuk
bagian casis-nya, mesin dan lainnya. Dengan begitu, kami berharap penerimaan
pajak akan meningkat dan membuka lebih banyak lapangan kerja," imbuh dia.
Di sela-sela kunjungannya ke China, Luhut menyempatkan diri untuk bertemu
dengan Wakil Ketua Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China (NDRC) Ning
Jizhe.
Dalam kesempatan itu, Ning menyampaikan dampak pelarangan ekspor nikel yang
juga dirasakan negaranya, yang 50-75 persen pasokannya sangat bergantung dari
Indonesia.
Sebelumnya, Luhut menyebut ada tambahan komitmen investasi
hilirisasi nikel sebesar US$20 miliar atau setara Rp280 triliun (kurs Rp14 ribu
per dolar AS) hingga 2024 nanti.
"Kami cari investasi langsung dari asing yang baru. Sampai 2024 mendatang,
jumlahnya hampir US$30 miliar, belum termasuk baterai lithium," tutur dia.
Jika ditambah dengan investasi baterai lithium, maka jumlahnya bisa lebih dari
US$30 miliar. Kebanyakan investor membangun pabriknya di Morowali dan Weda Bay.
Komentar
Posting Komentar