Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Darmin Nasution mengaku tengah
mengatur strategi untuk memperkuat ekonomi dalam negeri di tengah risiko resesi ekonomi global. Ia tak
menampik risiko resesi global mulai menghantui.
Strategi yang disusun pemerintah, lanjut Darmin, agar ekonomi nasional tak
terdampak gejolak ekonomi global, sehingga masih bisa tumbuh positif. "Ada
atau tidak resesi, kami harus mempersiapkan diri, membenahinya. Ibaratnya,
sedia payung sebelum hujan," ujar Darmin di Kompleks Istana Kepresidenan,
Jakarta, Selasa (10/9).
Kendati demikian, ia enggan merinci berbagai jurus yang sedang disiapkan. Yang
pasti, ia menekankan jurus tersebut merupakan kombinasi kebijakan yang
melibatkan regulator industri keuangan, seperti Bank Indonesia (BI) dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro
menyebut risiko perlambatan dan resesi ekonomi semakin hari semakin terlihat.
"Resesi global sudah
terjadi di beberapa negara, seperti Turki, Argentina, dan Afrika Selatan.
Mereka sudah mengalami, pasti ini berimbas ke banyak negara. Jadi, sekarang
kita (Indonesia) harus melihat risiko itu dan mengantisipasi," katanya.
Karenanya, sambung dia, pemerintah berusaha menciptakan kebijakan yang mampu
memperkuat fundamental ekonomi dalam negeri. Misalnya, dengan mempertahankan
tingkat daya beli masyarakat.
Maklum, sumbangan pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar berasal dari indikator
konsumsi rumah tangga. Cara lain, dengan memastikan agar inflasi atau kenaikan
harga kebutuhan pokok tetap terjaga rendah.
"Pemerintah juga mendorong investasi, pembangunan proyek infrastruktur dan
proyek strategis nasional harus dilaksanakan untuk mendorong pergerakan
investasi," terang Bambang.
Namun demikian, mantan menteri keuangan itu memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa mencapai kisaran 5,1 persen sampai 5,2
persen sampai akhir tahun nanti.
Sebelumnya, Bank Dunia melalui paparan yang beredar di publik memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di kisaran 4,9 persen pada
2020. Bahkan, lembaga ekonomi internasional itu memproyeksi ekonomi Tanah Air
kian suram hingga menyentuh 4,6 persen pada 2022.
Ini terjadi karena perlambatan pertumbuhan ekonomi global di tengah perang
dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta memanasnya tensi geopolitik
di sejumlah kawasan.
"Perlambatan ekonomi global menyebabkan harga komoditas lebih rendah yang
akan menekan pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia lebih jauh
lagi," tulis Bank Dunia dalam paparannya.
Komentar
Posting Komentar