Bank Indonesia (BI) menyatakan sentimen
terhadap aksi demo mahasiswa di dalam negeri
dan gejolak global menekan nilai tukar rupiah
selama beberapa waktu terakhir.
Sebelumnya, pada perdagangan spot Rabu (25/9), rupiah berada di posisi Rp14.152
per dolar AS. Rupiah tercatat melemah 0,27 persen dibandingkan penutupan Selasa
(24/9).
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan mata uang Garuda sempat
menguat ke level di bawah Rp14.100 per dolar AS. Bahkan, sambung dia, dua pekan
lalu, rupiah berada di level Rp13.900-an.
Akan tetapi, sentimen global dan domestik menimbulkan kegelisahan di pasar
hingga menekan rupiah.
"Kami tahu juga ada concern domestik demo-demo yang
kami lihat dua hari ini kok masih terus berlangsung, itu tentunya menimbulkan jittery (kegelisahan) juga di
pasar finansial kita," katanya, Rabu (25/9).
Sebagaimana diketahui, selama tiga hari berturut-turut terjadi aksi demonstrasi
yang dimotori oleh mahasiswa di beberapa kota di Indonesia. Mereka menuntut
pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda rencana revisi beberapa
Rancangan Undang-undang (RUU). Aksi unjuk rasa itu juga diwarnai kericuhan
antara massa dan aparat keamanan.
Dari sisi global, sebagian besar anggota Dewan Perwakilan AS menyatakan
mendukung proses penyelidikan untuk memakzulkan (impeach) Presiden Donald
Trump. Trump diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala negara untuk
menghalangi bakal calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, dengan
meminta Ukraina menyelidiki dugaan korupsi sang anak, Hunter Biden, yang diduga
dibuat-buat.
Perang dagang AS-China, lanjutnya, juga tak kunjung menemukan titik temu.
Rencana dua negara berunding pada Oktober mendatang masih dipenuhi
ketidakpastian.
"Pernyataan Trump sendiri
terkait perang dagang makin lama makin tidak jelas juga, sehingga kami melihat
risiko ketidakpastian di global semakin tinggi," imbuhnya.
Karenanya, berbagai negara di dunia memilih untuk melakukan pelonggaran
kebijakan (easing policy), baik dari sisi
fiskal maupun moneter. Pelonggaran kebijakan itu bertujuan untuk menjaga
stabilitas perekonomian di tengah ketidakpastian global.
Selain itu, Destry juga menegaskan kondisi fundamental perekonomian Indonesia
masih terbilang cukup kuat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,06
persen pada semester I 2019.
Kemudian, posisi cadangan devisa juga masih kuat yakni US$126 miliar pada
Agustus 2019. Posisi ini meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yakni
US$125,9 miliar. Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 7,4 bulan
impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Optimisme Destry juga dilandasi aliran modal asing yang masuk ke Indonesia.
Secara tahunan (ytd), ia bilang aliran modal asing
tercatat sebesar US$13,5 miliar setara Rp189 triliun. Hal itu menandakan investor
asing masih melirik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.
"Kami bisa memperkirakan likuiditas global itu masih akan ample (mencukupi). Nah, sebagai
negara emerging market (negara berkembang)
tentunya Indonesia menjadi salah satu tempat buat mereka masih menarik karena return (imbal hasil) kita juga
masih menarik," tuturnya.
Komentar
Posting Komentar