Kearifan Lokal 'Gundala' dalam Goresan Magis Hasmi


Mimpi besar sang kreator Gundala, Harya Suraminata atau dikenal sebagai Hasmi untuk membangkitkan industri kreatif komik Indonesia tampaknya mulai terwujud. Hasmi sendiri memang tak dapat menyaksikan secara langsung, namun usaha dia sebelum menghembuskan napas terakhirnya pada akhir 2016, tak sia-sia.

Hal itu ditandai dengan karya Hasmi yang diadaptasi ke layar lebar di bawah arahan Joko Anwar yang duduk di kursi sutradara, bahkan menjadi pembuka sebuah seri bertajuk Jagat Sinema Bumilangit. Langkah adaptasi ini setidaknya membuka pintu bagi komik-komik Indonesia untuk mengulang lagi masa kejayaannya.

Kolektor sekaligus pengamat komik Henry Ismono sepakat tentang hal tersebut. Menurutnya, tanpa mengecilkan kemunculan platform yang memudahkan penggemar untuk membaca komik seperti Webtoon dan Chiayo, adaptasi Gundala ke film bak gong bagi industri komik Indonesia, panggilan agar bangkit kembali.
"Sebenarnya komik Indonesia tuh lagi ramai-ramainya, karena anak muda ketika ada beberapa platform komik kayak misalnya Webtoon, Chiayo, mereka bisa menemukan banyak sekali [komik], ada ratusan judul di situ," katanya saat berbincang
Henry menegaskan, komik sebagai sebuah karya seni tak semestinya dianggap remeh. Baginya, industri komik secara keseluruhan turut diuntungkan dengan keberadaan Gundala di layar lebar karena akan menarik perhatian lebih banyak orang, mengingatkan lagi akan keberadaan komik yang lahir dari tangan anak bangsa sendiri.

Ia menambahkan, "Komik itu tuh tumbuh, tetapi kemunculan [film] Gundala itu paling enggak ya menjadi semacam, apa ya, promosi dia yang gila-gilaan, besar-besaran, pasti akan mengangkat komik, orang akan melirik lagi bahwa komik sebagai sebuah karya itu tidak bisa dipandang remeh."

Sebelum tokoh Gundala dihidupkan ke layar lebar, perjalanan yang dilalui Hasmi sendiri cukup panjang. Karakter ini ia perkenalkan pertama kali lewat komik edisi pertama berjudul Gundala Putera Petir pada 1969.

Sejak itu, ketenaran Gundala tak terbendung. Anak muda menyukai konsep jagoan yang dibuat oleh Hasmi yang menggandrungi karakter Captain Nemo itu. Sejak 1969 hingga 1982, ia menerbitkan 23 judul komik Gundala.
Dari sudut pandang kacamata Henry sebagai penggemar yang mengikuti kehidupan Sancaka sejak lahir, kepopuleran yang diraih Gundala masa itu karena Hasmi menciptakannya dengan isi dan alur cerita yang memiliki kedekatan mendalam bagi pembaca. Komik Gundala tidak sekadar menyuguhkan sebuah bacaan yang menghibur, tetapi membalutnya dengan hal-hal yang nyata dan relevan.

Henry mencontohkan dalam salah satu edisi, Hasmi bercerita tentang lokalitas Yogyakarta. Saat itu, Gundala mengalami peristiwa yang memaksanya mengejar penjahat sampai di arena pertunjukan wayang orang.

"Itu kan betul-betul dekat ya, dari pembaca itu ada kedekatan. Sementara komikus lain rasanya ceritanya itu ya kayak yang rada ngawang-ngawang gitu kan. Sebatas cerita fiksi. Tetapi kalau buat saya pribadi ketika baca Gundala ya ada kedekatan. Seolah ya saya bisa masuk dalam peristiwa itu," ungkapnya.

Bagi Henry, kedekatan itu membuatnya merasa begitu terikat dan antusias tentang segala hal yang berkaitan dengan Gundala. Dulu, kenangnya, ia sempat mendapat tugas dari kantornya ke Surabaya. Saat berada di Kota Pahlawan, ia pun berusaha menyambangi sejumlah lokasi yang sempat digambar Hasmi dalam komik Gundala.

"Dalam suatu perjalanan itu kan Gundala ngejar lawannya sampai di Surabaya. Ketika saya ke beberapa jalan, 'loh, ini kan di komiknya Gundala', sampai segitunya Pak Hasmi itu," ucapnya terkagum-kagum.
Setelah beberapa dekade, penggemar komik Henry Ismono masih sangat antusias berbicara tentang tokoh favoritnya, Gundala yang merupakan hasil goresan Hasmi.
Selain latar dan jalan cerita yang relevan, faktor lain yang membuat tokoh Gundala populer di era 1970-an adalah cara bercerita Hasmi yang dinilai sangat menarik. Latar belakang Hasmi yang dekat dengan dunia sastra menjadi nilai tambah, karena membuat komik Gundala memiliki alur yang terstruktur baik.

"Struktur cerita Gundala menurut saya kuat sekali. Jadi bagaimana Pak Hasmi membangun suatu peristiwa dalam komiknya itu, ya betul-betul mengalir. Mampu membuat kisah-kisah yang menarik dan satu lagi, humornya itu yang luar biasa," tutur Henry.

"Dia sebagai pelawak secara otomatis atau secara enggak sadar masuk dalam kisah-kisahnya Gundala. Jadi kalau kita baca secara utuh, komik Gundala itu terasa lebih segar," tambahnya.
Selain Gundala, Hasmi juga menciptakan banyak karakter lain seperti Maza, Pangeran Mlaar, Sembrani, Merpati, Jin Kartubi, Kalong, Pengkor, Ghazul dan Ki Wilawuk. Sampai akhir hayatnya, komikus produktif tersebut telah menerbitkan 50 judul dan dua ratus episode komik sepanjang hidup, paling banyak dari artis komik jagoan lainnya di Indonesia.

Sebelum diadaptasi ke layar lebar, tokoh Gundala pernah muncul dalam film berjudul sama pada 1981. Kala itu, aktor Teddy Purba berperan sebagai Gundala, dan beradu akting dengan W.D. Mochtar sebagai Ghazul si musuh bebuyutan, sementara Anna Tairas didapuk jadi kekasih Sancaka, Minarti.

Setelah itu, cerita Gundala juga sempat dipentaskan ke dalam teater berjudul Gundala Gawat pada 2013.

Tahun ini, Screenplay Pictures dan Bumilangit Studios bersama Legacy Pictures menghidupkan kembali Gundala. Mereka mempercayai aktor Abimana Aryasatya untuk memerankan karakter patriot itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ide Trading dari CGS International Sekuritas: BBRI, BBNI, EXCL, VKTR, INCO, PTPP

Proyeksi IHSG & Rekomendasi Saham BNGA, EXCL, BMRI, dan BKSL Untuk Rabu

BRI Life Menerima 4 Penghargaan dari 3 Institusi,Cetak Kinerja Positif Sepanjang 2023