Industri Batu Bara AS Berguguran, Usaha Bangkrut Bertambah
Awan gelap menyelimuti industri tambang batu bara di AS. Melemahnya permintaan di tengah pandemi corona mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan yang diikuti kebangkrutan perusahaan batu bara.
Data pekerjaan AS pada November lalu menyebut industri ini telah memangkas 8.000 pekerjaan atau 15 persen dari total tenaga kerja mereka selama 12 bulan terakhir.
Terbaru, yaitu dua perusahaan tambang batu bara Lighthouse Resources dan White Stalllion Energy bangkrut. Keduanya menjadi perusahaan keempat dan kelima yang mengajukan pailit dalam lima bulan terakhir.
Menurut BankruptcyData.com, seperti dilansir CNN Business, Kamis (10/12), total ada lima perusahaan tambang batu bara yang bangkrut. Tiga pendahulunya yang mengajukan pailit awal tahun ini adalah Hopewell Mining, FM Coal, dan CLI USA.
White Stallion yang berbasis di Evansville, Indiana, memutuskan hubungan kerja (PHK) dengan 260 karyawannya sebelum mengajukan pailit. Sementara, Lighthouse, tambang batu bara yang berbasis di Utah dan Montana memberhentikan 76 pekerja.
"Mengingat kondisi pasar yang menantang, kami diminta untuk mengurangi biaya dan mengatur ulang bisnis kami yang berakibat pada pengurangan tenaga kerja di Montana," imbuh CEO Lighthouse Everett King.
King mengaku sedih dengan kebijakan ini, yang berdampak pada individu, keluarga, dan komunitas. "Namun, kami tidak punya pilihan," terang dia.
Memang, lima perusahaan tambang batu bara yang disebutkan di atas berskala kecil. Namun, jumlahnya yang banyak tetap saja mengkhawatirkan.
Apalagi, bukan hanya penambang kecil yang menderita. Peabody Energy, salah satu raksasa tambang batu bara terbesar di AS, juga ikut merasakan guncangan bisnis. Perusahaan mengklaim kehilangan pendapatan US$1,7 miliar dalam sembilan awal tahun ini dan saat ini tengah bernegosiasi untuk melakukan restrukturisasi utang.
Para eksekutif perusahaan mengaku pandemi covid-19 memberi pukulan telak bagi industri batu bara yang sudah kesulitan sebelumnya. Menurut mereka, problem di industri tambang batu bara terjadi sejak 2009.
"Tahun 2020 menjadi tahun yang berbeda. Di AS, pembangkit baru bara turun 24 persen, karena pandemi corona mempercepat penurunan permintaan yang terjadi selama beberapa tahun terakhir," kata CEO Peabody Glenn Kellow.
Ditambah lagi, meningkatnya persaingan pasar dari sumber energi berbiaya rendah, seperti gas alam dan energi baru terbarukan, yang mengakibatkan jatuhnya harga dan konsumsi batu bara.
Belum lagi, perang dagang AS dengan China yang mempengaruhi permintaan batu bara di pasar primer.
Komentar
Posting Komentar