Survei, Perang Dagang Runtuhkan Kepercayaan Diri Pebisnis
Perang
dagang telah menurunkan kepercayaan diri pada perusahaan di Asia. Penurunan tercermin dari
hasil survey Thomson Reuters.
Dari hasil survei yang dilakukan Reuters terhadap 95 perusahaan di 11 negara di kawasan Asia-Pasifik pada kurun waktu 31 Mei sampai dengan 14 Juli lalu didapat bahwa Indeks Sentimen Bisnis Asia hanya 53, turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih bisa mencapai 63.
Level tersebut merupakan yang terendah sejak krisis keuangan 2008-2009. Angka di atas 50 memang masih berarti responden yang optimis melebihi jumlah pesimis.
Tetapi kekhawatiran tentang ancaman perang dagang yang berkepanjangan mendorong indeks ke level terendah sejak kuartal Juni 2009, atau ketika edisi pertama survei dirilis.
Dari hasil survei yang dilakukan Reuters terhadap 95 perusahaan di 11 negara di kawasan Asia-Pasifik pada kurun waktu 31 Mei sampai dengan 14 Juli lalu didapat bahwa Indeks Sentimen Bisnis Asia hanya 53, turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih bisa mencapai 63.
Level tersebut merupakan yang terendah sejak krisis keuangan 2008-2009. Angka di atas 50 memang masih berarti responden yang optimis melebihi jumlah pesimis.
Tetapi kekhawatiran tentang ancaman perang dagang yang berkepanjangan mendorong indeks ke level terendah sejak kuartal Juni 2009, atau ketika edisi pertama survei dirilis.
"Ada penurunan besar
(dalam indeks) tiga kuartal lalu, dan kami merasa itu adalah ketidakpastian
tentang perang perdagangan dan orang-orang khawatir tentang masa depan,"
kata Antonio Fatas, seorang profesor ekonomi yang berbasis di Singapura di
sekolah bisnis global INSEAD seperti dikutip dari Reuters, Rabu (19/6).
"Kami memahami setelah empat perempat angka rendah bahwa sekarang, ini bukan hanya ketidakpastian. Ini adalah perlambatan pertumbuhan yang sebenarnya. Kami melihat aktivitas menurun - bukan hanya harapan bahwa aktivitas akan menurun," tambahnya.
"Kami memahami setelah empat perempat angka rendah bahwa sekarang, ini bukan hanya ketidakpastian. Ini adalah perlambatan pertumbuhan yang sebenarnya. Kami melihat aktivitas menurun - bukan hanya harapan bahwa aktivitas akan menurun," tambahnya.
Pilihan redaksi |
www.ptbestprofit.com |
www.ptbestprofitfutures.com |
www.pt-bestprofit.com |
Perang dagang saat ini sedang berkecamuk antara AS dengan China. Sampai saat ini, perang belum menunjukkan tanda akan berakhir.
Bahkan, ketegangan dagang belakangan ini semakin menjadi setelah Presiden Trump awal Mei lalu memberlakukan kenaikan tarif pada produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25 persen dan mengancam untuk mengenakan tarif tambahan kepada produk China senilai US$300 miliar.
Presiden Trump menyatakan siap memberlakukan tarif baru pada produk dari China jika tak dapat membuat kemajuan dalam pembicaraan perdagangan dengan Presiden China Xi Jinping pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Osaka, Jepang Juni ini.
Tak mau kalah, China menyatakan akan merespons 'serangan' AS tersebut. "China tidak ingin berperang, tetapi kami tidak takut berperang. Jika Amerika Serikat hanya ingin meningkatkan friksi perdagangan, kami akan dengan tegas menanggapi dan berjuang sampai akhir," ujar Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang seperti dikutip dari Reuters, Selasa (11/6).
Komentar
Posting Komentar