Aprindo Sebut Penjualan Ritel Lebaran Tak Sesuai Harapan
Asosiasi Pengusaha Ritel
Indonesia (Aprindo) mengungkapkan hasil
penjualan sektor ritel selama
Ramadan-Lebaran tahun ini mengecewakan.
Khususnya, penjualan produk non makanan dan minuman, seperti pakaian dan
perlengkapan rumah tangga.
Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan rata-rata pertumbuhan penjualan ritel makanan sebenarnya masih mencapai kisaran 10 persen. Namun, rata-rata pertumbuhan ritel non makanan dan minuman tidak mengalami pertumbuhan.
"Beberapa masih ada yang positif, tapi yang turun, minus, lebih banyak. Jadi average (rata-rata) tidak tumbuh, padahal Lebaran adalah momen puncak bagi kami," ujar Tutum di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6).
Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan rata-rata pertumbuhan penjualan ritel makanan sebenarnya masih mencapai kisaran 10 persen. Namun, rata-rata pertumbuhan ritel non makanan dan minuman tidak mengalami pertumbuhan.
"Beberapa masih ada yang positif, tapi yang turun, minus, lebih banyak. Jadi average (rata-rata) tidak tumbuh, padahal Lebaran adalah momen puncak bagi kami," ujar Tutum di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6).
Pilihan redaksi |
www.ptbestprofit.com |
www.ptbestprofitfutures.com |
www.pt-bestprofit.com |
Bahkan, menurut Tutum, hasil penjualan ritel non makanan dan minuman jauh lebih rendah dari satu sampai dua tahun lalu yang juga tertekan isu pelemahan daya beli masyarakat. Walhasil, target pertumbuhan ritel yang semula diperkirakan bisa mencapai kisaran 8-10 persen pada tahun ini berpeluang kandas.
momen kemarin, tapi ternyata susah," katanya.
Menurut Tutum, penurunan penjualan ritel non makanan dan minuman tak hanya tergerus lesunya kemampuan membeli masyarakat. Namun, persaingan dengan penjualan dalam jaringan (online) yang kian meningkat.
Sayangnya, kinerja penjualan online tak bisa dibeberkan dengan angka pasti karena masing-masing pemain biasanya tidak membuka kinerja mereka. "Tapi kalau diurutkan, pertama karena daya beli masyarakat yang turun. Kedua, persaingan dengan online," katanya.
Dengan kondisi seperti ini, Tutum meminta pemerintah memperhatikan kondisi industri ritel dalam negeri. Sebab, pertumbuhan sektor ini juga menjadi salah satu tolak ukur kontribusi tinggi dari indikator konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan ekonomi.
Misalnya, dengan memberikan akses pasar ke pusat perbelanjaan strategis, pemerataan upah tenaga kerja, hingga mengurangi impor barang jadi. "Kami umumnya brand lokal butuh dukungan. Kalau bisa tak hanya meningkatkan ekspor, tapi juga cegah impor," pungkasnya.
Menurut Tutum, penurunan penjualan ritel non makanan dan minuman tak hanya tergerus lesunya kemampuan membeli masyarakat. Namun, persaingan dengan penjualan dalam jaringan (online) yang kian meningkat.
Sayangnya, kinerja penjualan online tak bisa dibeberkan dengan angka pasti karena masing-masing pemain biasanya tidak membuka kinerja mereka. "Tapi kalau diurutkan, pertama karena daya beli masyarakat yang turun. Kedua, persaingan dengan online," katanya.
Dengan kondisi seperti ini, Tutum meminta pemerintah memperhatikan kondisi industri ritel dalam negeri. Sebab, pertumbuhan sektor ini juga menjadi salah satu tolak ukur kontribusi tinggi dari indikator konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan ekonomi.
Misalnya, dengan memberikan akses pasar ke pusat perbelanjaan strategis, pemerataan upah tenaga kerja, hingga mengurangi impor barang jadi. "Kami umumnya brand lokal butuh dukungan. Kalau bisa tak hanya meningkatkan ekspor, tapi juga cegah impor," pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar