Jakarta, PT.Bestprofit -- Harga minyak dunia melemah pada perdagangan Selasa (27/11), waktu Amerika Serikat (AS), dipicu oleh ketidakpastian kondisi perang dagang AS-China dan sinyal kenaikan produksi minyak mentah global.
Namun, pelemahan harga minyak dibatasi
oleh ekspektasi kesepakatan pemangkasan produksi oleh eksportir minyak
pada pertemuan para anggota Organization of the Petroleum Exporting
Countries (OPEC) awal Desember mendatang.
Dilansir dari Reuters, Rabu (28/11), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$0,27 menjadi US$60,21 per barel.
Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West
Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,07 menjadi US$51.56 per barel.
Pekan
lalu, kedua harga acuan global sempat tertekan ke level terendahnya
sejak Oktober 2017, ketika Brent merosot hingga US$58,41 per barel dan
WTI US$50,15 per barel.
Kedua harga acuan telah merosot lebih
dari 30 persen sejak awal Oktober 2018 akibat berlebihnya pasokan di
negara berkembang dan pelemahan di pasar keuangan.
Sementara itu, pelaku pasar tengah mengantisipasi pertemuan pemimpin
dari 20 perekonomian terbesar dunia (G20) pada 30 November hingga 1
Desember 2018 di Buenos Aires, Argentina. Salah satu agenda utamanya
adalah pembahasan perang dagang AS-China.
Selasa kemarin,
Penasehat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan Presiden AS
Donald Trump terbuka untuk memperoleh kesepakatan dagang dengan China.
Namun, AS bersiap untuk mengerek tarif impor kembali jika tidak ada
terobosan dalam penyelesaiaan gangguan dagang selama acara makan malam
dengan Presiden China Xi Jinping, Sabtu malam nanti.
Gedung Putih
melihat acara makan malam tersebut sebagai kesempatan untuk membuka
halaman baru terkait perang dagang dengan China. Namun, Kudlow
menyatakan sejauh ini Gedung Putih telah dikecewakan oleh respons China
terhadap masalah perdagangan.
"Tarif yang berlaku saat ini telah menciderai perekonomian global
dan eskalasi lebih lanjut hanya akan menekan proyeksi permintaan minyak
lebih jauh," ujar Partner Again Capital Management John Kilduff di New
York.
Tiga produsen utama minyak dunia, yakni Rusia, AS, dan Arab
Saudi akan menghadiri pertemuan G20. Hal itu juga meningkatkan
ekspektasi bahwa kebijakan mengenai minyak akan dibicarakan.
Anggota
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan bertemu pada 6 Desember
2018 mendatang di Wina, Austria. Pertemuan akan membahas kebijakan
terkait produksi dengen sejumlah negara non-OPEC, termasuk Rusia.
Awal pekan ini, sumber Reuters menyatakan Arab Saudi mengerek
produksi minyak ke level tertinggi pada November dengan mencapai 11,1
juta hingga 11,3 juta barel per hari (bph).
Namun, kerajaan telah
mendorong kebijakan untuk memangkas produksi secara bersama-sama.
Sumber Reuters menyatakan Arab Saudi tengah membahas proposal
pemangkasan produksi sebesar 1,4 juta bph bersama OPEC dan sekutunya.
Di sisi lain, Trump telah menekan Arab Saudi, pemimpin de-facto OPEC, untuk tidak memangkas produksi.
Di AS, produksi minyak mentah AS juga mencetak level tertinggi bulan
ini menjadi 11,7 juta bpd. Persediaan minyak AS telah terkerek selama
sembilan pekan berturut-turut.
Institut Perminyakan Amerika (API)
mencatat persediaan minyak mentah AS naik 3,5 juta barel menjadi 442,2
juta barel pekan lalu. Kenaikan itu lebih tinggi dari proyeksi sejumlah
analis yang memperkirakan kenaikan hanya akan berkisar 769 ribu barel.
Jika
data pemerintah yang dirilis Rabu (28/11) waktu setempat mengkonfirmasi
kenaikan stok tersebut, maka kenaikan pasokan terjadi selama sepuluh
pekan berturut-turut.sumber:cnnindonesia.com
Komentar
Posting Komentar