Saham 'Banting Harga' Boleh Dilirik, Asalkan Investor Cermat
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hingga 1,57 persen pada akhir perdagangan pekan lalu ke level 6.008. Tercatat, aksi jual investor asing mencapai Rp3,64 triliun yang didominasi penjualan saham-saham bluechip sektor perbankan dan konsumer.
Pengamat Pasar Modal sekaligus Analis Riska Afriani menyebut aksi jual investor itu merupakan respons dari temuan virus corona varian baru asal Inggris yang memiliki tingkat transmisi hingga 70 persen lebih tinggi.
Investor, menurut Riska, bersikap lebih berhati-hati setelah virus varian baru mulai ditemukan di beberapa negara, seperti Afrika Selatan, Australia, Jepang, Singapura, dan beberapa negara di Benua Eropa lainnya.
Ia menilai kehati-hatian yang sama masih akan ditunjukkan investor asing pada perdagangan pendek pekan ini yang berlangsung tiga hari, yakni Senin (28/12) hingga Rabu (30/12).
Meski berpotensi melanjutkan koreksi, namun indeks masih akan ditopang oleh optimisme investor lokal yang terbilang cukup kuat. Buktinya, perdagangan pekan lalu masih mampu dipertahankan di level 6.000, kendati asing melepas kepemilikan dalam jumlah besar.
"Di Indonesia sendiri pelaku pasar domestik cukup optimis terhadap pasar modal dan ekonomi kita. Makanya bisa tertahan di level 6.000 dan turunnya tidak terlalu signifikan. Tapi, memang profit taking (ambil untung) tidak bisa hindari," imbuhnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/12).
Salah satu sentimen yang meningkatkan kepercayaan investor lokal adalah reshuffle kabinet Indonesia Maju. Riska menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan komitmennya dalam menangani pandemi covid-19 dengan menunjuk Menteri-menteri dari latar belakang profesional.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, misalnya, yang ditunjuk karena dianggap memiliki kemampuan managerial yang baik dalam menangani pandemi. Lalu, di Kementerian Perdagangan ada Muhammad Lutfi yang sudah malang melintang di sektor perdagangan dan bisnis.
Melihat fundamental perekonomian RI yang relatif masih kuat dan tumbuhnya kepercayaan investor lokal, Riska menilai koreksi hanya akan berlangsung jangka pendek. Ia optimistis pada awal 2021 mendatang indeks akan kembali menguat dengan rentang di level 6.100-6.200.
Namun, untuk pekan ini, ia menyarankan investor untuk mengencangkan ikat pinggang. Ia juga meminta investor tidak panik jika indeks melemah. Strateginya, beli di harga bawah (buy on weakness), beli secara bertahap, dan diversifikasi portofolio.
Bahkan, ia tak terlalu khawatir karena saham-saham yang banyak dilepas asing adalah saham-saham lapis satu yang memiliki fundamental baik.
Pun demikian, investor harus terus mengawasi perkembangan virus mutasi tersebut dan tak lengah.
Pelaku pasar juga harus disiplin dalam mengimplementasikan strategi seperti melakukan cut loss jika koreksi telah memasuki rentang tertentu.
"Dalam menyikapi ketidakpastian global yang sedang terjadi, investor harus menyiapkan amunisi dan strategi. Bisa buy on weakness, diversifikasi, dan beli secara betahap," kata Riska.
Riska menganjurkan investor untuk memantau saham-saham lapis satu perbankan, seperti PT BCA (Tbk) atau BBCA dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI.
Juga sektor pertambangan, seperti saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Saham pilihan lainnya, investor juga bisa melirik saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau TLKM.
Namun, Riska tak memasang harga target untuk pekan ini.
Sepaham, Analis saham dari Ellen May Institute Ellen May menyebut tekanan jual yang muncul dipicu oleh sentimen mutasi virus covid-19. Selain itu, karena tidak disetujuinya proposal stimulus Amerika Serikat (AS) oleh Presiden Donald Trump.
IHSG, lanjut dia, sebenarnya sudah rawan taking profit, karena valuasi IHSG sudah cukup mahal. Saat ini, IHSG diperdagangkan di price to earning (P/E) 34,7x, di atas rata-ratanya sebesar 23,2x.
Sejak kejatuhannya pada Maret lalu hingga saat ini, IHSG sudah naik 53 persen dipicu oleh prospek ekonomi 2021.
Di sisi lain, optimisme pasar terbentuk akibat sentimen-sentimen positif yang berpengaruh signifikan, seperti vaksinasi, UU Omnibus Law Cipta Kerja, dan dana abadi Indonesia (Sovereign Wealth Fund/SWF).
Selain itu juga pulihnya PMI manufaktur pada November di level ekspansif, yakni 50,6, juga Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) November yang naik 16 persen menjadi 92 poin, serta akselerasi inflasi yang memperkuat keyakinan pasar.
Dalam keadaan ini, Ellen menyarankan investor untuk memanfaatkan koreksi normal untuk akumulasi pada beberapa saham berfundamental dan berlikuiditas bagus.
"Namun, tetap disiplin dengan membatasi risiko, termasuk ketika harga berbalik menguat," tutur Ellen seperti dikutip dari risetnya.
Pendiri Ellen May Institute ini melihat beberapa saham masih bisa menjadi peluang karena valuasi yang murah, antara lain ASII, BBNI, HMSP, GGRM, SMBR, ICBP, dan TLKM.
Lalu, ia juga memilih saham-saham sektor properti, infrastruktur, dan ritel yang berpotensi lanjut menguat hingga 2021 yakni BSDE, SMRA, PWON, CTRA, ASRI, APLN, PTPP, WSKT, WIKA, dan RALS.
Komentar
Posting Komentar