Alasan Bank Sentral China Turunkan Suku Bunga

 


Di tengah tren kenaikan suku bunga di banyak negara, China justru memangkas suku bunga acuan. Loan Prime Rate (LPR/Suku Bunga Dasar Pinjaman) dengan tenor satu tahun, yang berfungsi sebagai tolok ukur untuk pinjaman korporasi, diturunkan dari 3,7 persen menjadi 3,65 persen.

Sementara LPR lima tahun, yang digunakan untuk harga hipotek, diturunkan dari 4,45 persen menjadi 4,3 persen. Head of Fixed Income, Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar beranggapan, keputusan itu merujuk pada ekonomi China yang ditopang oleh sektor properti. Sehingga untuk mengerek pertumbuhan ekonomi, perlu dihenjot pula kinerja sektor properti.

Ekonomi itu sepertiga dari sektor properti. Properti itu sangat booming. Sehingga untuk terus meningkatkan ekonomi, pertumbuhan properti di negara itu harus terus meningkat," kata Anil dalam webinar Money Buzz, Selasa (23/8/2022).

Selain itu, aktivitas ekonomi negeri tirai bambu itu belum sepenuhnya terbuka lantaran masih memberlakukan kebijakan zero covid-19. Warga setempat banyak yang tidak bersedia mendapat vaksin dari negara sendiri, sementara vaksin dari luar negeri belum bisa masuk. Hal itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi China berjalan relatif lambat.

"Oleh karena itu inflasi di China tidak meningkat drastis, sementara  ekonominya sedikit melemah. Maka Bank Sentralnya mampu untuk melakukan penurunan suku bunga dan bisa melakukan stimulus ekonomi," tutur Anil.

Di sisi lain, kebijakan penurunan suku bunga acuan berdampak pada nilai tukar mata uang negara setempat yang melemah. Aksi ini juga dinilai sebagai salah satu manuver China untuk menjadi pemimpin ekonomi dunia, mengungguli Amerika Serikat.

"Ini bisa jadi salah satu strategi China untuk punya bargaining power lebih ke Amerika Serikat. Mungkin ini saatnya China untuk untuk apa namanya mengambil langkah menjadi leader of economic in the world,” pungkas dia.

 

Sebelumnya, Goldman Sachs dan Nomura kembali menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi China, di tengah ketidakpastian yang dipicu dari kebijakan nol-Covid-19 dan krisis energi.

Dilansir dari CNBC International, Jumat (19/8/2022) Goldman Sachs menurunkan proyeksi ekonomi China dalam setahun penuh 2022 menjadi 3,0 persen dari semula 3,3 persen.

Sementara Nomura memangkas proyeksi ekonomi China setahun penuh menjadi 2,8 persen dari 3,3 persen.

Pemotongan tersebut mewakili pesimisme yang berkelanjutan di antara bank-bank investasi atas target pertumbuhan resmi ekonomi China sebesar 5,5 persen.

Namun, pada Juli 2022, pejabat China mengindikasikan ekonomi negara itu mungkin tidak akan mencapai target PDB tahun ini.

Terkait proyeksi terbarunya, ekonomGoldman Sachs mengutip data ekonomi terbaru untuk bulan Juli serta kendala energi jangka pendek karena gelombang panas yang ekstrim di China.

Seperti diketahui, China menjadi salah satu negara yang menghadapi gelombang panas terburuk dalam beberapa dekade. Masalah iklim ini membebani pasokan listrik yang sudah tertekan dan menyebabkan pengurangan produksi di beberapa wilayah negara itu.

Ekonom dari Goldman dan Nomura juga mencatat kenaikan kasus Covid-19 secara nasional serta kontraksi investasi properti yang membuat minat investasi surut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ide Trading dari CGS International Sekuritas: BBRI, BBNI, EXCL, VKTR, INCO, PTPP

Proyeksi IHSG & Rekomendasi Saham BNGA, EXCL, BMRI, dan BKSL Untuk Rabu

BRI Life Menerima 4 Penghargaan dari 3 Institusi,Cetak Kinerja Positif Sepanjang 2023