Direktur Operasi dan Produksi Timah (TINS) Diberhentikan Sementara, Ada Apa?

  Emiten anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, PT Timah Tbk (TINS) mengumumkan pemberhentian sementara Direktur Operasi dan Produksi Nur Adi Kuncoro terhitung sejak 13 Oktober 2025. Manajemen TINS tidak menjelaskan secara rinci penyebab pemberhentian Nur Adi Kuncoro dari posisi tersebut. Bila merujuk pada keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Nur Adi Kuncoro diberhentikan dari jabatannya untuk sementara karena terdapat alasan mendesak bagi perusahaan.  "Perusahaan memberikan tugas kepada Direktur Utama PT Timah Tbk sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Operasi dan Produksi terhitung sejak tanggal 13 Oktober 2025 sampai dengan ditetapkan pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terdekat," tulis Division Head Corporate Secretary Timah Rendi Kurniawan dalam keterbukaan informasi, Rabu (15/10/2025) malam. Pihak TINS merujuk pada ketentuan Pasal 11 ayat 27 Anggaran Dasar Perseroan bahwa Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan unt...

Lagi-lagi Gegara Paman Sam, Dolar AS Kembali Dekati Rp15.900

 

Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat imbal hasil obligasi pemerintah AS yang tinggi sehingga capital outflow terjadi dari emerging market termasuk Indonesia.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka di angka Rp15.880/US$ atau melemah 0,09% dan semakin mendekati level Rp15.900/US$. Posisi ini meneruskan pelemahan kemarin (25/10/2023) yang juga terdepresiasi sebesar 0,13%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08.55 WIB menguat sebesar 0,11% menjadi 106,64. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (25/10/2023) yang berada di angka 106,52.

Kemarin (25/10/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut buka suara mengenai nilai tukar rupiah yang alami tekanan berat dalam beberapa waktu terakhir. Dolar Amerika Serikat (AS) bahkan nyaris menembus Rp 16.000.

Ia menjelaskan bahwa rupiah memang mengalami depresiasi secara year to date/ytd, namun relatif kecil jika dibandingkan dengan negara lain yang bisa lebih dari 5-10%.

Menurut Sri Mulyani ini adalah fenomena penguatan dolar AS. Penyebabnya yaitu utang AS yang membengkak menjadi US$33 triliun atau setara Rp 508.200 triliun (kurs Rp15.400). AS butuh biaya besar untuk menutupi defisit tersebut dengan penerbitan obligasi.

"Ini artinya AS untuk bisa meminjam dengan SBN 10 tahun dia harus bayar bunga di atas 5% pertama kali sejak 2007 biasanya AS yield-nya rendah karena suku bunga sejak global financial crisis sangat rendah fed policy hanya 0,25bps atau 0,25%," paparnya

Tingginya imbal hasil yang ditawarkan membuat investor berbondong-bondong membeli obligasi pemerintah AS. Begitu juga investor yang sudah menempatkan modalnya di negara berkembang.

"Ini menjadi sangat tidak predictable sangat volatile dan ini menyebabkan gejolak tidak hanya AS tapi seluruh dunia karena banyak negara investor beli surat berharga AS," terang Sri Mulyani.

Lebih lanjut, pada malam hari ini, AS akan merilis data pertumbuhan ekonominya yang diperkirakan akan tumbuh 4,3% quarter on quarter/qoq adv menurut konsensus TradingEconomics pada kuartal ketiga 2023.

Sebelumnya perekonomian AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 2,1% pada kuartal kedua tahun 2023, tidak berubah dari perkiraan sebelumnya, dan dibandingkan dengan pertumbuhan 2,2% yang direvisi naik pada kuartal pertama.

Ekonomi AS yang masih kuat didukung dengan pertumbuhan ekonomi kuartalannya yang berpotensi meningkat, akan memberikan tekanan terhadap rupiah karena investor melihat ekonomi AS saat ini sedang ketat dan panas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cermati Rekomendasi Saham Pilihan Analis untuk Senin (3/3) Usai IHSG Terjun ke 6.270

Bitcoin Menuju US$115.000, Tapi Tangan Tak Terlihat Dealer Bisa Redam Rally

Harga Emas di Pegadaian, Siang Ini Senin 12 Februari 2024, Cek Daftarnya di Sini