Soal Gugatan BNI, Bank Danamon Sebut Sudah Buat Kesepakatan

 

PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) menanggapi soal gugatan bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) terhadap bank milik Grup MUFG asal Jepang itu. Seperti diberitakan sebelumnya, BNI mendaftarkan perkaranya pada Selasa (24/10/2023) dengan nomor perkara 1041/Pdt.Bth/2023/PN JKT.SEL di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Adapun gugatan yang diajukan oleh BNI kepada Bank Danamon adalah terkait dengan adanya peletakan sita eksekusi yang diajukan oleh Bank Danamon pada tahun 2022 terhadap jaminan kredit Debitur PT Power Clutch Indonesia di BNI yang telah diikat secara dengan Hak Tanggungan sejak tahun 2011.

Baca:

Kronologi BNI & Danamon Rebutan Tanah Jaminan Utang di Bali

"Dapat kami sampaikan bahwa BNI dan Danamon telah melakukan diskusi yang bersifat konstruktif yang menghasilkan kesepakatan yang baik dan diterima oleh kedua belah pihak untuk mengakhiri perihal ini," kata Bank Danamon dalam pernyataan kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/10/2023).

Melihat situs SIPP PN Jakarta Selatan, belum dapat ditampilkan petitum dari gugatan tersebut. Mengutip situs yang sama, sidang pertama dari perkara ini terjadwal pada Selasa (7/11/2023).

BNI menyatakan bahwa bahwa gugatan tersebut diajukan BNI sebagai wujud dari komitmen BNI dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan merupakan upaya kami untuk mempertahankan hak-hak yang sah atas jaminan Debitur BNI.

Ternyata, pada tahun 2017, Bank Danamon juga menggugat PT Power Clutch Indonesia dan Handy Cahyadi selaku Direktur Utama perusahaan. Mengutip salinan putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 2119 K/Pdt/2018, Power Clutch Indonesia telah melakukan wanprestasi/ingkar janji terhadap Bank Danamon yakni utang jatuh tempo sebesar Rp59,16 miliar. Utang tersebut berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 9 tanggal 27 Juli 2010.

Dalam putusan tersebut, Power Clutch Indonesia dan Handy Cahyadi dihukum untuk membayar hingga dengan lunas seluruh utangnya terhadap Bank Danamon.

Selain itu, putusan MA itu juga menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslaag) yang dilakukan terhadap harta benda milik Handy selaku penjamin. Yakni, sebidang tanah seluas 1.560 m2 dan sebidang tanah seluas 584 m2. Kedua tanah tersebut terletak di Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, dan Handy tercatat sebagai pemegang hak dari keduanya.

MA berpendapat bahwa para tergugat telah terbukti wanprestasi karena telah menunggak pembayaran hutangnya selama 17 bulan dan jangka waktu pengembalian kredit telah berakhir pada tanggal 27 Juli 2015. Dengan demikian Para Tergugat wajib melunasi hutangnya tersebut ditambah bunga dan penalti.

Namun, MA menyatakan tidak bisa mengabulkan permohonan sita jaminan, karena kewenangan untuk meletakkan sita jaminan adalah merupakan kewenangan penuh Pengadilan Negeri. Sementara itu, dijelaskan Pengadilan Negeri tidak meletakkan sita jaminan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ide Trading dari CGS International Sekuritas: BBRI, BBNI, EXCL, VKTR, INCO, PTPP

Proyeksi IHSG & Rekomendasi Saham BNGA, EXCL, BMRI, dan BKSL Untuk Rabu

BRI Life Menerima 4 Penghargaan dari 3 Institusi,Cetak Kinerja Positif Sepanjang 2023