Diplomat Pro Suu Kyi dan Militer Myanmar Berebut Kursi di PBB
Diplomat Myanmar yang dipecat dan pemerintah junta militer kini tengah bersaing memperebutkan kursi perwakilan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Dilansir Reuters, Rabu (3/3), diplomat Myanmar, Kyaw Moe Tun, menuliskan surat kepada Presiden Majelis Umum PBB, Volkan Bozkir, dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, menyatakan dia masih sah menjadi Duta Besar Myanmar untuk PBB.
"Pelaku kudeta terhadap pemerintah Myanmar tidak berwenang untuk mengambil alih kekuasaan presiden negara saya," demikian isi surat Tun.
Junta militer Myanmar menyatakan memecat Tun karena dinilai berkhianat, setelah menyampaikan pidato di hadapan Majelis Umum PBB yang menyatakan dia mendukung pemerintahan Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. Saat itu Tun juga mendukung gerakan rakyat yang menentang kudeta dan menuntut pemerintahan demokratis.
Akan tetapi, junta militer Myanmar mengirim surat kepada PBB yang berisi mengangkat Wakil Duta Besar untuk PBB, Tin Maung Naing, menggantikan posisi Tun.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, melalui juru bicara Stephane Dujarric menyatakan sudah menerima surat pemberitahuan dari junta militer Myanmar terkait perubahan perwakilan di PBB.
"Jujur saja ini situasi yang unik dan sudah sangat lama tidak terjadi. Kami mencoba menyelesaikan hal ini dengan sejumlah aturan hukum dan mempertimbangkan dampak lainnya," kata Dujarric.
Kini usulan pergantian perwakilan di PBB yang diajukan junta militer Myanmar harus ditelaah oleh sembilan negara anggota Komite Perwakilan PBB. Mereka yang nantinya akan memutuskan siapa yang berhak mewakili Myanmar di lembaga itu, apakah Tun atau calon utusan yang diajukan oleh junta militer.
Kekerasan yang dilakukan aparat Myanmar terhadap para demonstran juga terus menelan korban. Kemarin tercatat ada tiga orang demonstran terluka akibat tertembak peluru tajam saat aparat membubarkan unjuk rasa menentang kudeta.
Sampai saat ini diperkirakan ada 24 orang meninggal dalam aksi unjuk rasa di Myanmar.
Guterres mendesak junta militer Myanmar berhenti menggunakan kekerasan untuk menghadapi pengunjuk rasa.
Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mendesak supaya seluruh negara anggota PBB tidak mengakui pemerintahan junta militer untuk memberikan tekanan diplomatik selepas kudeta pada 1 Februari lalu.
Komentar
Posting Komentar