Direktur Operasi dan Produksi Timah (TINS) Diberhentikan Sementara, Ada Apa?

  Emiten anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, PT Timah Tbk (TINS) mengumumkan pemberhentian sementara Direktur Operasi dan Produksi Nur Adi Kuncoro terhitung sejak 13 Oktober 2025. Manajemen TINS tidak menjelaskan secara rinci penyebab pemberhentian Nur Adi Kuncoro dari posisi tersebut. Bila merujuk pada keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Nur Adi Kuncoro diberhentikan dari jabatannya untuk sementara karena terdapat alasan mendesak bagi perusahaan.  "Perusahaan memberikan tugas kepada Direktur Utama PT Timah Tbk sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Operasi dan Produksi terhitung sejak tanggal 13 Oktober 2025 sampai dengan ditetapkan pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terdekat," tulis Division Head Corporate Secretary Timah Rendi Kurniawan dalam keterbukaan informasi, Rabu (15/10/2025) malam. Pihak TINS merujuk pada ketentuan Pasal 11 ayat 27 Anggaran Dasar Perseroan bahwa Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan unt...

Prospek Kinerja Trimegah Bangun Persada (NCKL) Tetap Solid, Cek Rekomendasi Sahamnya

 

Kinerja emiten nikel, termasuk PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), menghadapi tekanan dari ketidakpastian global, terutama akibat perang tarif. Namun, prospek NCKL diperkirakan tetap kuat berkat proyeksi peningkatan produksi dan efisiensi pengendalian biaya.

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Ahmad Iqbal Suyudi, menilai perang tarif berpotensi menekan permintaan global, termasuk untuk kendaraan listrik. 

Tingginya tarif impor kendaraan listrik diperkirakan akan menurunkan volume produksi mobil listrik, yang berdampak pada melemahnya permintaan nikel sebagai bahan utama baterai.

"Meski belum ada tarif khusus untuk komoditas nikel, permintaan terhadap produk olahan nikel yang menurun turut melemahkan permintaan terhadap nikel itu sendiri," ujar Iqbal kepada Kontan, Kamis (24/4).

Meski demikian, prospek NCKL dinilai tetap kokoh. Salah satu indikatornya adalah rata-rata harga jual (average selling price/ASP) nikel yang diperkirakan stabil. "Harga nikel tetap berada di kisaran US$ 15.000–US$ 16.000 per ton, meskipun ada tekanan dari kebijakan tarif Presiden Trump," kata Iqbal.

Faktor pendukung lainnya adalah pasokan bijih nikel yang masih terbatas. Selain itu, rampungnya pembangunan smelter baru pada 2025 diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan NCKL.

Equity Analyst OCBC Sekuritas, Devi Harjoto, juga melihat prospek cerah bagi NCKL, terutama dari peningkatan penjualan bijih nikel setelah smelter tahap pertama milik Karunia Permai Sentosa (KPS) mulai beroperasi pada kuartal I-2025.

Produksi tambang Gane Tambang Sentosa (GTS) yang dijadwalkan dimulai pada semester II-2025 juga menjadi katalis positif. Tambang ini ditargetkan memiliki kapasitas produksi hingga 185.000 ton, yang akan mengurangi ketergantungan terhadap pasokan eksternal

"Proyeksi kami menunjukkan biaya kas NCKL akan tetap terjaga, memungkinkan margin EBITDA bertahan di atas 30%," ujar Devi.

Ia juga mencatat peningkatan kontribusi dari usaha patungan (joint venture) NCKL. Kenaikan kepemilikan saham di Obi Nickel Cobalt (ONC) dari 10% menjadi 20% serta potensi peningkatan produksi dari produk turunan seperti nikel sulfat, kobalt sulfat, dan kobalt elektrolit diperkirakan akan mendukung pertumbuhan laba bersih NCKL.

"Kami menaikkan proyeksi laba bersih NCKL sebesar 0,8% menjadi Rp 7,17 triliun pada tahun 2025," lanjutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cermati Rekomendasi Saham Pilihan Analis untuk Senin (3/3) Usai IHSG Terjun ke 6.270

Bitcoin Menuju US$115.000, Tapi Tangan Tak Terlihat Dealer Bisa Redam Rally

Harga Emas di Pegadaian, Siang Ini Senin 12 Februari 2024, Cek Daftarnya di Sini