Range pergerakan rupiah di Rp 13.000 - Rp 13.380
Best Profit - JAKARTA. Sejak awal pekan ini, kurs rupiah menguat ke bawah Rp 13.300. Padahal pergerakan rupiah terbilang stabil di atas Rp 13.300 sejak awal Februari. Di pasar spot, Selasa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menguat tipis 0,03% ke level Rp 13.281. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah menguat 0,3% di Rp 13.282 per dollar AS.
Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Aset Manajemen mengatakan, dengan posisi cadangan devisa dalam negeri yang cukup tinggi, rupiah
seharusnya menguat lebih tajam. BI mencatat posisi cadangan devisa per
Maret 2017 di US$ 121,8 miliar atau mendekati level tertinggi pada
Agustus 2011. Sebagai perbandingan, posisi rupiah pada Agustus 2011 berada di kisaran Rp 8.500 per dollar AS.
Kondisi fundamental saat ini memang berbeda jika dibanding dengan tahun
2011 silam. Kala itu, ekspor Indonesia masih kuat dengan dukungan
tingginya harga komoditas. Meski demikian, fundamental dalam negeri tahun ini juga tidak negatif. "Jika mengacu pada kenaikan cadangan devisa, rupiah seharusnya menguat ke arah Rp 13.000 per dollar AS," ujar Lana.
Pergerakan rupiah
sempat menembus level bawah Rp 13.000 di tahun 2016. Tetapi kembali
melemah lantaran terkena dampak penguatan USD pasca pemilihan Presiden
Amerika Serikat (AS).Dengan kondisi saat ini, Lana memprediksi pergerakan rupiah akan terjaga di kisaran Rp 13.000 - Rp 13.380 per dollar AS hingga akhir tahun.
Dalam
jangka pendek, pelaku pasar menanti rilis rating utang Indonesia oleh
Standard & Poor's (S&P). Sebelumnya, pasar yakin jika S&P
akan menaikkan rating utang Indonesia menjadi investment grade. Tetapi
pihak S&P sendiri dalam sebuah wawancara menyatakan masih ada
beberapa kekhawatiran terkait kondisi ekonomi Indonesia.
Di tengah berita tersebut, rupanya arus modal asing yang masuk ke
dalam negeri baik melalui saham maupun obligasi masih terus mengalir.
"Ini membuktikan jika pelaku pasar sudah mengantisipasi keputusan
S&P, baik menaikkan rating Indonesia maupun tidak. Rupiah
kemungkinan tidak akan terpengaruh," lanjut Lana.
Dukungan fundamental rupiah berasal dari sisi supply dan demand dollar AS dalam negeri. Pasokan dollar AS cukup tinggi lantaran ditopang oleh penerbitan global bond pemerintah serta surat berharga BI dalam bentuk valuta asing. Di sisi lain, permintaan dollar AS ditekan oleh turunnya utang swasta, kewajiban hedging hingga kewajiban transaksi dalam negeri menggunakan rupiah.
Sayangnya, angka ekspor yang rendah belum dapat memberi banyak dukungan pada rupiah. Oleh karena itu, BI perlu menjaga rupiah tetap stabil agar tidak memicu kenaikan impor. "Jika rupiah
semakin kuat, dikhawatirkan impor akan naik di saat ekspor masih lemah.
Ini akan beresiko pada neraca perdagangan," papar Lana.
Dari sisi eksternal, ancaman rupiah datang dari rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga dua kali lagi tahun ini. Hal ini akan membuat potensi penguatan dollar AS semakin besar. Tetapi, tren kenaikan dollar AS dapat tertahan mengingat Presiden AS Donald Trump tidak menginginkan dollar AS menguat signifikan.
Komentar
Posting Komentar